Ketulusan Hati

Hari demi hari terus berlalu yang kian hari semakin menyiksa batinku tersadar aku tentang buaian dunia yang telah membuatku larut dalam khayal cinta. Cinta telah membuatku terluka telah mengusik ruang dalam hidupku dan telah mengajariku tentang arti cinta sebenarnya. Ketika aku bertemu seseorang yang selalu ku impikan dalam setiap hening nafasku.

Di saat ku duduk di bangku SMP ada lelaki manis bernama mif dia hadir memberi sejuta kisah indah dalam hidupku. Ketika semester ganjil tiba aku sangat bahagia bisa satu ruang kelas denganya. Entahlah aku selalu dikait kan denganya dan ada-ada saja yang di lakukan lelaki itu untuk dekat denganku. Setiap bel jam pertama selesai dia menoleh kebelakang tersenyum manis melihat ku senyumanya terlalu indah membuat ku tersipu malu dan tanpa ragu tentu saja ku membalas senyuman indahnya itu. Meski semester itu hanya satu minggu namun sangat berarti untukku di hari kamis dia cari perhatian lagi padaku. Dia pinjam pensil meskipun hanya pensil tapi begitu berharga bagiku. Dan di hari terakhir dia minta no. hanphone ku alangkah sungguh bahagianya aku. Tak pernah terbayangkan ku bisa mengenalmu dan bisa sedekat ini denganmu.”

Aku tak bisa tidur ku selalu terbayang-bayang dengan wajah manisnya entah apa sebenarnya yang kurasakan ini. sepulang sekolah dia langsung mengirim pesan untukku kini ku sangat dekat denganya. Dia bilang “kamu adalah segala-galanya untukku” sebagai gadis baru merasakan cinta ku pasti tak percaya dengan ucapanya itu dan ku menjawab “apa benar begitu apa buktinya?”

hati ku bergelora mendengar perkataanya. Awalnya ku kira dia hanya bercanda. Ternyata tidak seperti yang kufikirkan dia buktikan padaku di hari selasa dia mengantarku pulang meskipun rumahnya jauh dia rela lakukan untukku. Ini benar-benar seperti mimpi bisa berboncengan dengan lelaki manis yang selalu ku idamkan. Jantung ku berdegup kencang denyut nadi ku tak berhenti berdetak fikiranku melayang bagai burung-burung beterbangan. Aku rasa benih-benih cinta telah tumbuh di antara kita.”

Setelah sampai dia bilang “janji ya” aku tak mengerti maksud dari perkataanya itu. Jadi aku jawab saja “iya hati-hati ya makasih” dan di hari itu dia mengatakan cinta padaku oh tuhan apa sebenarnya yang terjadi. Ku ambil cermin dan ku pandang wajahku dalam relung hatiku ku ucap apakah ini yang dinamakan cinta sambil tersenyum-senyum sendiri seperti orang yang benar-benar kasmaran. Kuingin memiliki cinta yang tulus aku yakin dia tulus mencintaiku dan akhirnya aku menerimanya. Dia bagai intan permata di hatiku selalu memberi semangat dan motivasi untukku.”

Tak pernah ku bayangkan ku bisa memiliki lelaki itu ku kira dia menyukai sahabat ku namanya beby. Karna pada saat semester ganjil itu dia juga sering cari-cari perhatian dengan beby dan tersenyum manis memandang beby seperti menyimpan perasaan yang istimewa untuk beby.”

Dua hari aku menjalani hubungan dengan mif. Aku baru tau ternyata ada perempuan yang sangat menyukai mif dia datang ke kelas ku marah-marah sambil menangis. Dia bilang mif adalah kekasihnya dan dia bilang gara-gara aku mif meninggalkan dia.”

Aku sangat marah kepada mif kenapa sebelumnya dia tak pernah bercerita tentang hal ini. Sungguh aku sangat terpukul dengan kejadian ini aku sangat kecewa dengan mif tubuhku melemas nafasku terasa sesag kasihan wanita itu pasti dia sangat sedih dan terluka tak ku duga dia tega seperti itu padaku.”

Hari terus berjalan di hari jum’at dia meminta maaf padaku dia memberiku novel tentang cinta judulnya “BERSAMA MERAIH CINTA” karangan maria cecilia ceritanya bagus sangat menarik. Aku ingin seperti dia.”

6 bulan kemudian dia lulus ujian dengan hasil yang sangat baik. Di satu sisi aku sangat bahagia karna orang yang ku sayang mendapat nilai ujian sesuai yang dia harapkan dan di sisi lain aku begitu terpukul, sangat sedih. Karna aku tak bisa satu sekolah lagi denganya aku hanya takut dia berpaling dariku.”

Hingga kini aku masih bersama lelaki manis itu aku tau kita masih SMP mungkin ini hanya cinta monyet tapi aku rasa ku sangat mencintainya. Tak pernah ada pertengkaran serius diantara kita tapi entah mengapa sikap nya berubah kepada ku aku tak tau apa yang membuatnya seperti itu dia menghirau kan ku seolah-olah aku bukan kekasihnya lagi.”

1 tahun bersamanya perasaan sayang ini masih sama seperti dulu tak ada yang berubah sedikitpun tapi entahlah denganya. Apakah dia masih mencintaiku seperti dulu jika teringat saat-saat indah bersama lelaki itu membuat hatiku perih dan tak kuasa menahan air mata ku sungguh aku ingin bersamanya hingga akhir nafasku.”

Tak pernah terlintas dalam benakku dia tega menduakan cinta yang telah lama kita jalani ternyata hal ini yang membuat mu berubah. Hati ku sangat perih ku tak sanggup mengetahui kenyataan ini. Janji yang dulu selalu dia ucap saat besama ku kini dia ingkari dia pergi meninggalkanku menyisakan luka yang mendalam membekas dalam hatiku. Ku fikir dia berbeda dengan lelaki lain keluguan dan ketulusan mu membuatku sangat mempercayaimu, membuatku sangat mencintaimu. Sampai sekarang aku masih tak menyangka ini terjadi padaku. Kini ku sadar aku tak perlu menangis aku harus tegar aku pasti bisa menjalani hidup tanpamu. Ku percaya jika kau memang untukku tuhan pasti kan pertemukan kita kembali meski kini ku tak bersamamu hati ini tetap milikmu hingga akhir nafasku. biarlah ku ukir namamu di hatiku dan ku kenang semua kisah indah bersamamu. Mungkin ini yang tebaik untuk kita.”

 
The Bright Star

“Apa? Azura Winata datang ke sekolah kita? Ke SMP N 1 Tenggarong?” Viola terkejut mendengar temannya itu berteriak dengan suaranya yang melengking sambil menatap BB nya dengan takjub.

“Siapa?” tanya Viola pada temannya itu, Mytha. “itu loh yang main di film “Persahabatan dan Cinta”. Kamu ga tahu?” tanya Mytha yang hanya dijawab oleh anggukan acuh tak acuh dari Viola. Mytha hanya menggeleng-geleng melihat tingkah temannya itu. Viola memang tipe orang yang tidak peduli dengan orang-orang terkenal seperti Azura. Tapi, lebih dari itu ia sangat baik pada teman yang lain malah sangat peduli. Walaupun, ia tidak terlalu cantik, dan tak terlalu pandai, teman yang lain sangat senang berteman dengannya karena kelebihannya yaitu pemberani dan peduli.

“Vio, kamu tahu…” belum selesai Mytha bicara, langsung di sela oleh Viola. “Gak, aku gak tahu!” balas Viola ketus. “Hoi, Viola Aprillia! Kamu jangan menyela pembicaraanku dulu dong.” Kata Mytha memprotes. Karena tidak mendapat reaksi dari Viola, Mytha melanjutkan. “Azura akan bersekolah di sini.” kata Mytha antusias mengatakan info yang ia dapatkan dari BB nya itu.

Dan sayangnya hanya dibalas oleh sikap tak peduli dari Viola. Viola bingung kenapa teman-temannya sangat menyukai artis yang bersekolah di sekolah mereka itu. Bahkan sampai berheboh-heboh ria. Itu hanya membuang-buang waktu tahu! pikirnya dalam hati. Setiap kali mendengar kata artis ia selalu teringat pada kejadian bertahun-tahun silam yang terjadi pada keluarganya. Maka dari itu, ia berusaha sekeras mungkin untuk tidak peduli tentang seseorang yang disebut artis.

“Mytha, kamu kan tahu aku ga pernah suka ngomongin tentang artis, bintang terkenal atau semacamnya.” Kata Viola langsung berjalan keluar kelas bertepatan dengan bunyi bel tanda istirahat.

“Vio, kamu kemana?” teriak Mytha pada Vio yang sudah sampai di ambang pintu. Gadis itu berbalik dan berkata singkat, “ke perpus.” Lalu berbalik dan pergi meninggalkan Mytha yang hanya terpaku di tempat duduknya.

“masih saja sama.” Gumam gadis itu pelan.

Azura Winata adalah artis cilik terkenal dari Jakarta karena ia masih duduk di kelas 3 SMP. Tidak tahu ada angin apa ia memutuskan untuk pindah sekolah ke daerah yang termasuk terpencil yaitu SMP Negeri 1 Tenggarong.

Pagi itu, info tentang Azura menyebar begitu cepat bagai bau bangkai yang lama kelamaan pasti akan tercium. Dan itu membuat Viola kesal karena kehebohan di setiap penjuru sekolah. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan di lantai dua untuk menyendiri dan dengan alasan lain untuk bertemu seseorang.

Ketika memasuki perpustakaan, ia langsung menuju tempat duduk di dekat jendela yang ternyata sudah diduduki oleh seorang cowok yang sedang tenggelam dalam setiap bacaan di ensiklopedi yang sedang ia baca. Viola langsung duduk di kursi yang ada di hadapan cowok itu.

“hai, Ga !” sapa Viola. Cowok di hadapannya langsung berhenti membaca dan menatap gadis itu heran. “kenapa? Heran Vio disini?” kata Viola. Rangga menatapnya meminta penjelasan. “kan kita sudah kelas 3, makanya Vio kesini mau baca buku.” Lanjut Viola sambil menarik ensiklopedi yang di simpan Rangga di atas meja untuk ia baca sendiri.

Rangga menghentikan tangan Viola. Rangga tahu Viola hanya ingin menyendiri seperti biasa di sini. Rangga tahu benar Vio tidak akan membuang waktunya untuk membaca buku di perpus bahkan hanya untuk membaca ensiklopedi.

“sekarang jelaskan. Ada apa?” kata Rangga sambil menggenggam tangan Viola dan menatapnya lurus untuk meyakinkan gadis itu agar bercerita padanya. Viola menghela napas berat dan memandang ke arah lain, itu membuat Rangga tahu bahwa gadis itu tidak ingin memulai cerita duluan. Rangga tahu apa yag harus ia lakukan.

“baiklah aku akan bertanya” kata Rangga sambil melipat tangannya di ats meja. “apa ini ada kaitannya dengan berita tentang artis itu?” lanjutnya membuat Viola seketika tersentak, lalu menyadarkan dirinya kembalai. “Vio ga akan tanya kenapa Rangga bisa tahu. tapi ini tak seperti di pikiranmu.” Kata Viola memprotes. Rangga hanya tersenyum mendengar penjelasan gadis itu. Dan meminta Viola terus menjelaskan.

Di akhir penjelasan, ia tersenyum dalam hati. Gadis itu benar-benar tidak tahu kalau Rangga sangat tahu tentang dirinya. Karena mereka sudah bersahabat dari kelas 1 SMP. Dan pada suatu ketika, Viola sudah tidak kuat menyimpan rahasia itu sendiri lagi Viola menceritakannya pada Rangga yang sudah ia percayai

“aku tahu kok Vio bukan tipe orang yang suka musuhin orang lain kan? Nah, anggap aja dia bukan artis. Dengan begitu mungkin Vio bisa berteman dengan dia kan?” kata Rangga memberi nasehat seperti biasa.

“entahlah, akan Vio coba.” Kata Vio tak pasti.

Pagi itu, adalah hari pertama Azura masuk sekolah di sekolah barunya yang sempat heboh karena gosip ia akan bersekolah di sini. Ia sengaja berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali agar tidak menimbulkan kehebohan ketika anak-anak itu melihatnya. Tapi ternyata, ia salah baru saja memasuki gerbang sekolah barunya, ia langsung mendapat berbagai tatapan ingin tahu yang tepat mengarah kepadanya.

“seterkenal itukah aku?” pikirnya dalam hati. Ia terus saja berjalan menuju kelasnya sambil sesekali tersenyum pada satu atau dua orang anak yang menyapanya. Kelasnya ada di lantai dua, dan ya sekarang ia sudah kelas sembilan. Memang sih nanggung pindah sekolah, tapi mau bagaimana lagi itu udah keputusannya yang paling bulat dan tidak bisa diganggu-gugat.

“saya hanya ingin vakum dulu di dunia entertainment” katanya singkat saat ditanyai wartawan minggu lalu saat ia akan berangkat ke Kalimantan. Ia menaiki tangga menuju kelas 9 A karena memang itu kelas barunya sekarang. Jangan dibilang hanya bermodal artis ia bisa masuk ke kelas unggulan tapi itu memang kemampuannya sendiri yang sebenarnya juga termasuk anak pintar maka dari itu ia bisa langsung masuk kelas unggulan.

Tapi, sebelum ia sempat melangkah lagi ia langsung ditabrak oleh seorang gadis yang berlari menuju tangga. Untung saja Azura dengan sigap memegang pegangan tangga, kalau tidak mungkin sekarang ia sudah terguling-guling di tangga dan pasti langsung tersiar kabar “Hari pertama Azura masuk sekolah malah jatuh dari tangga”. Hah, itu sungguh memalukan, pikirnya. Tapi sebelum ia sempat berpikir lebih jauh lagi, ia langsung menatap bingung pada cewek yang menabraknya tadi yang pergi begitu saja tanpa mengucapkan maaf.

“ga minta maaf gitu?? Astaga, apa semua anak disini seperti dia?!” katanya kesal lalu berbalik melanjutkan jalan menuju kelasnya. Sejak kejadian itu, ia bersumpah tidak ingin bertemu anak seperti anak tadi lagi. Tidak akan.

Viola melihat artis itu duduk di samping Rangga. Ya, ia dan Rangga ada di kelas yang sama bahkan dari kelas 1 SMP. Sedangkan ia sendiri duduk dengan Mytha. Viola sempat melihatnya tadi pagi tepatnya ia tak sengaja menabrak artis itu. Saat ia akan meminta maaf, ia tidak jadi melakukan itu karena tahu siapa yang ia tabrak. Oleh karena itu, saat artis itu measuki kelas tatapan mereka langsung bertumbukan. Tapi, Viola langsung membuang muka begitu saja.

“hebat sekali artis! Baru masuk langsung kelas unggulan!” pikirnya dan tambah kesal karena kenyataan bahwa artis itu sekarang duduk semeja dengan Rangga.

“waw, ternyata dia lebih cantik daripada di tv ya.” Kata Mytha berbisik pada Viola sambil terus mengagumi kecantikan Azura. Viola hanya mendengus mendengar kata temannya itu. “apalagi yang akan dia ambil dariku.” Gumam Viola.

“apa katamu?” tanya Mytha. Belum sempat Viola menjawab Pak Rusli yang adalah Guru Matematika itu berteriak, “ada apa Vio, Mytha?! Ada pertanyaan?!” kata pak Rusli memergoki Viola dan Mytha yang sedang berbisik-bisik. Mytha dan Viola seketika tersentak.

“ga pak. Ga ada, silakan diteruskan.” Jawab Mytha dengan persaan gugup. “perhatikan! Jangan sekali-kali mencoba mengobrol di pelajaran saya! Mengerti?!” kata beliau lantang. “mengerti pak.” Jawab anak-anak serempak. Pak Rusli kembali menulis rumus-rumus,yang membuat kepala jadi pecah itu kembali, ke papan tulis untuk disalin anak-anak. Setelah itu, Mytha dan Viola terdiam sampai jam istirahat datang.

Azura melihat teman semejanya itu, Rangga menghampiri cewek yang menabraknya tadi pagi. Sepertinya mereka berdua akrab, sangat akrab malah. Karena Azura mendengar dari teman yang lain kalau mereka berdua sudah bersama sejak kelas 1 SMP. Cewek itu, cewek yang menabraknya tadi pagi, namanya Viola Aprillia. Ia bisa melihat kalau cewek itu cukup terkenal di kalangan kelas 3, yang ia dapat infonya itu juga dari teman sekelasnya yang lain.

“iya, jadi dulu waktu MOS ada anak namanya Hera, dia itu di Bully habis-habisan sama kakak-kakak osis karena yah, bisa dibilang wajahnya yang jelek dan mengenakan kacamata. Karena ga tahan sama sikap seniornya itu, Viomenegur mereka, tapi malah di ketawain. Vio ga meyerah dia terus membela Hera, sampai akhirnya dia bilang bahwa senior kita tu sama sekali ga ada apa-apanya di banding Hera yang sebenarnya sangat pintar dan buktinya, Hera bisa menang juara 1 OSN tingkat provinsi.” Sandra berhenti sebentar lalu meneruskan.

“nah, sejak itu kakak-kakak osis ga pernah ngangguin Hera lagi dan anak-anak junior yang lain. Dan sejak itu pula, Vio jadi terkenal karena keberaniannya walaupun dia ga bisa dibilang pintar-pintar amat sih.” Kata Sandra menekankan kata ‘ga Pintar” itu. Yah, dia memang terkenal tukang gosip di kelas itu. Tapi Azura tahu kalau yang ini memang bukan gosip karena Azura melihat sendiri kalau cewek itu sangat dekat dengan semua orang dan… ramah.

“apa dia membenciku ya?” kata Azura memikirkan kemungkinan yang terus saja berputar di kepalanya karena melihat sikap ‘buang muka’ Vio tadi pagi. Tiba-tiba satu ide muncul di kepalanya.

“ah, kenapa tidak terpikir oleh ku!” teriaknya membuat semua anak yang ada di kelas menatapnya heran. Ia langsung tersenyum minta maaf. Dan bergegas keluar. Saat sampai di depan pintu ia hanya memandang punggung Viola dan Rangga yang kemudian berbelok ke arah tangga. Azura pun tidak dapat menahan senyumnya, mengingat ide cemerlangnya itu.

Esoknya, Viola tampak tergesa-gesa menuju perpustakaan pada waktu istirahat. Seperti biasa, ia ingin mengembalikan novel yang ia pinjam di perpus. Tapi, ketika di pertengahan jalan, ia tertabrak seseorang. Tetapi, sebelum ia sempat meminta maaf, kata-kata itu terhenti di ujung lidah ketika ia melihat siapa yang bertabrakan dengannya.

Tanpa menunggu aba-aba ia langsung meninggalkan cewek itu. Ya cewek yang ditabraknya. “hey, tunggu!” Viola mendengar cewek itu berseru tapi ia tetap tak peduli dan langsung berjalan saja. Sesampainya di perpus ia langsung mencari novel yang ia pinjam di selipan buku-buku pelajarannya. Yah, bagaimanapun juga ia merasa takut jika harus membawa-bawa novel di sepanjang jalan.

Deg. Novel itu tidak ada. “bagaimana ini?” gumamnya sambil terus bergerak gelisah. Ibu guru yang duduk di depan meja itu, yang adalah pengatur setiap pinjaman buku-buku, menatap Viola dengan galak.

“kenapa?? Kamu hilangin ya bukunya?!” kata Bu Mercy galak. Belum sempat Viola menjawab ia dikagetkan oleh suara seorang cewek yang tiba-tiba berada di sampingnya.

“ini Bu bukunya. Tadi Vio lupa bawa ke sini saking buru-burunya.” Kata cewek itu. Hah, dia lagi?!, pikir Viola, namun tersenyum juga saat guru itu menatapnya masih dengan tatapan galak. Melihat tatapan itu, Viola bersumpah tidak akan mengulangi kejadian ini lagi. Setelah minta maaf kepada Bu Mercy, Viola langsung saja menuju meja biasanya di dekat jendela.

“hei, Vio tadi kamu kupanggil tapi…” kata-kata Azura terhenti. Ya, Azura yang tadi ia tabrak dan membantunya lolos dari Bu Mercy walaupun sebenarnya ia benci dengan kenyataan itu.

“ga usah sok akrab deh!” kata Viola ketus.

“Vio aku cuma mau ngobrol sama kamu.” Kata Azura dengan tatapan memohon pada Viola yang sedang membaca novel yang tadi ia ambil di rak belakangnya. “aku ga mau.” Kata Viola masih dengan tatapan ketus. Azura terdiam sebentar lalu bertanya lagi.

“kenapa kamu membenciku?” Viola langsung berhenti membaca dan mengangkat wajahnya dari novel yang sedang ia baca. “dengar ya, aku sama sekali ga ada niat untuk ngobrol apalagi berteman denganmu. Jadi pergilah.” Kata Viola langsung melanjutkan membaca lagi.

Azura tahu sepertinya Viola menyimpan sesuatu yang tidak diketahui orang lain. Tapi, setidaknya ia puas Viola sudah sedikit mengobrol dengannya. Yah, walaupun itu hanya jawaban-jawaban ketus tadi. Tapi, ia tidak akan menyerah. Ia akan mencoba membuat Viola jadi temannya. Pasti.

“heh. Kenapa senyum-senyum. Pergi sana!” kata Viola dengan kasar. Azura langsung pergi begitu saja tapi ia tidak akan menyerah begitu saja tentunya.

“mau ke perpus lagi?”

Viola mendongak dari kesibukannya membereskan buku dan menatap temannya itu. Saat itu adalah waktu istirahat, jadi seperti biasa ia akan ke perpus untuk melepas lelah setelah barusan berkutat dengan berbagai macam rumus beda potensial.

“ya, seperti biasa.” Jawabnya dan hanya dijawab oleh anggukan Mytha. Langsung menuju perpus, melewati jalan yang sudah tak asing lagi baginya. Seperti biasa ia langsung menuju meja biasa yang ia tempati. Tapi, ternyata meja itu sudah ditempati oleh seseorang. Viola tidak bisa melihat wajahnya karena cewek itu menutupinya dengan buku yang ia baca.

Viola tidak mempedulikan itu dan langsung duduk di kursi yang ada di depan meja itu. Tapi saat ia duduk, matanya menangkap sesuatu yang sangat membuatnya takjub. Dan ia peduli akan hal itu. Ia tidak bisa lagi menyembunyikan kekagumannya pada buku yang ada di atas meja itu lagi.

“permisi, apa boleh aku meminjam buku ini?” katanya lalu ia melihat bahwa buku itu tidak ada label perpusnya dan itu berarti satu hal sepertinya punya cewek di hadapannya ini.

“ini punya mu ya? Wah, hebat sekali kamu punya novel Harry Potter yang ke tujuh. Ini kan sudah tidak ada lagi. Bahkan di perpus ini tidak ada. Aku baru baca yang ke enam, yang ku pinjam dari Mytha. Jadi aku belum tahu akhir ceritanya.” Kata Viola yang sebenarnya adalah bercerita. Lalu ia menyadari kalau ia terlalu bercerita banyak. Pasti orang ini langsung menganggapku sok, pikirnya dalam hati.

“ah, maaf aku jadi bercerita banyak.” Katanya meminta maaf.

“sepertinya kamu sangat menyukai Harry Potter?” tanya cewek di hadapannya.

“iya, aku pikir cerita tentang dunia sihir itu keren banget. Apalagi sekolah asrama. Aku juga suka karakter Harry yang pemberani, Hermione yang pintar, Ron yang suka menolong dna jalan ceritanya yang benar-benar menegangkan. “ ceritanya dengan ceria. Yah, kalau ditanyain tentang Harry Potter beginilah reaksinya.

“yah, bisa dilihat kamu sangat suka novel itu. Kalu mau pinjam silakan aja?” kata cewek itu. Dan seketika membuat Viola rasanya ingin melompat-lompat kegirangan.
“oh, benarkah? Aku boleh meinjamnya?” tanya Viola dengan senang.

“ya, pinjamlah sesukamu.” Kata cewek itu masih menutupi wajahnya. Tapi, Viola sudah tidak peduli lagi. Ia langsung membuka novel itu dengan mata berbinar-binar. Tepat saat a membuka halaman pertama, ia melihat nama itu. Nama yang tertera sebagai pemiliki dari novel itu.

Azura Winata. Hatinya langsung mencelos. Ternyata dari tadi ia berbicara dengan orang yang sama sekali tidak ingin ia tegur. Pantas saja orang ini menutup mukanya dari tadi, pikir Viola dalam hati.

“apa sih maumu?” kata Viola jelas saja ia marah.

“oh, aku ketahuan ya” kata Azura lalu tersenyum dan hanya dibalas oleh tatapan kesal Viola. “aku Cuma mau ngobrol denganmu. Terpaksa dengan cara ini.” Lanjutnya. Lalu ia melihat Viola masih menatapnya geram. Ya, memang ini rencananya. Ia tahu dari Rangga kalau Viola suka baca novel dan yang paling ia sukai Harry Potter. Dan, disinilah ia sekarang. Mencoba untuk membuat Viola mau berteman dengannya. Alasan ia gigih melakukan ini adalah karena…. kejadian itu. Kejadian yang membuat, ia yakin akan adanya seorang teman.

“Vio aku Cuma mau berteman denganmu. Mungkin kau tidak ingat denganku? Tapi, aku ingat denganmu. Makanya aku mau berteman denganmu. Bisa tidak?” sebelum Vio sempat menjawab ia melanjutkan lagi. “tolong jangan berpikir semua artis itu sama, Vio. Aku… beda.” Kata-katanya yang terakhir itu membuat Vio menatapnya heran

“aku tidak mengerti. Kau mengenalku? Dan kau beda dengan artis yang lain” tanyanya heran.

“ya, aku mengenalmu jauh sebelum kita bertemu di kelas pertamana kali. Dan… aku ga akan kasih tahu sebelum kau mengingatku.” Kata Azura misterius. “dan… aku tahu dari Rangga kalau kau punya trauma terhadap artis. Ya… jadi aku bilang aku beda dengan yang lain. Percaya deh.” Kata Azura sedikit gugup melihat perubahan sikap Viola saat mendengar nama Rangga.

“hebat ya, kalian sudah sedekat itu. Sampai rahasia ku juga dia bilangin ke kamu.” Kata Viola membuang muka.

“ga kok Vio. Rangga Cuma bilang itu. Ga ada lagi.” Azura memprotes. Ya, memang tadi kemaren ia menanyakan hal itu pada Rangga karena ia sangat bingung kenapa Vio sangat membencinya. “mmm.. jadi kita berteman kan sekarang? Bilangnya kan kamu mau pinjam novelku?” tawar Azura. Seketika ia senang melihat Viola menatapnya penuh dengan pertimbangan. Ah, sepertinya aku akan berhasil, pikirnya. “kalau mau pinjam kita jadi teman ya?” lanjut Azura dengan senyum yang mengembang.

Viola tampak berpikir sebentar. Lalu menjawab, “ok.” Satu kata itu saja sudah hampir membuat Azura melompat kegirangan. “jadi kita berteman?” kata Azura sambil mengacungkan jari kelingkingnya. Viola tampak ragu sesaat tapi dikaitkannya juga jari kelingkingnya di jari kelingking Azura. Itu membuat Azura sangat senang. Dan kaitan jari itu menandakan awal pertemanan mereka.

Viola juga tidak tahu kenapa ia mau berteman dengan Azura begitu saja hanya karena novel. Di saat itu ia pikir mungkin ia bisa mencoba untuk berteman dengan Azura. Karena… sepertinya anak itu baik. Dan, Azura bilang mereka pernah bertemu jauh sebelum Azura pertama kali masuk sekolah barunya itu. Dan yang paling membingungkan Viola sama sekali tidak ingat itu. Jadi, itu adalah salah satu alasannya berani mencoba. Siapa tahu, ia bisa ingat tentang Azura.

Sudah lebih dari seminggu ia berteman dengan Azura. Azura juga sudah mulai akrab dengan teman Viola yang lain selain Rangga. Dan, Viola bisa melihat kalau Azura memang orang yang baik, sangat baik malah. Dan itu membuat Viola tahu Azura beda dengan yang lain. Tapi, bukan itu permasalahannya.

Akhir-akhir ini Azura jadi lebih kelihatan menjauh dari Viola. Itu membuat Viola bingung dan memutuskan untuk bertanya pada Azura. Dan hanya dijawab dengan alasan yang menurut Viola sedikit tidak masuk akal.

“kita kan sudah kelas 3. Jadi… tugas-tugas tu banyak. Makanya aku sama sekali ga bisa hanya untuk sekedar menyapa kamu atau teman yang lain.” kata Azura sewaktu Viola menanyainya. Dan yang membuat Viola cemas nada Azura mengatakan itu sama sekali bukan seperti Azura yang biasa. Perubahan sikap Azura juga dirasakan oleh Rangga. Tapi, seperti biasa ia mencoba berpikir positif.

Belum selesai dengan kecemasan Viola dengan sikap Azura, sudah tiga hari berturut-turut Azura tidak turun sekolah tanpa izin. Dan tu membuat Viola semakin cemas. Ia dan Rangga pun berniat pergi ke rumah Azura sepulang sekolah nanti. Tapi, sebelum mereka melaksanakan niat itu. Kakak Azura datang untuk memberikan surat izin. Tanpa berpikir lagi, Viola langsung menanyakan pada Andini, kakak Azura, apa yang sebenarnya terjadi pada Azura.

Tepat ketika kak Andini mengatakan kata-kata itu, Viola langsung merasakan tubuhnya membeku dan matanya mulai berkaca-kaca. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi pada Azura? Seketika pikiran Viola langsung kosong. Bagaimana ini?

Setelah mendengar kabar itu, disinilah Viola dan Rangga berada. Tanpa menunggu lagi, pulang sekolah mereka langsung pergi menuju rumah sakit. Ya, rumah sakit, di situlah Azura berada sekarang. Viola terus mencoba menahan air matanya saat sudah di depan pintu kamar Azura.

“Vio, jadi kita masuk sekarang?” tanya Rangga di sampingnya. Ia juga sangat terkejut atas informasi yang diberikan oleh kakaknya Azura tadi di sekolah. Tapi, Rangga tahu yang lebih terpukul pasti adalah Viola.

Viola hanya mengangguk lemah. Tadi, kak Andini pergi sebentar untuk menemui seseorang. Jadi, di sinilah mereka sekarang mencoba untuk menguatkan hati saat nanti bertemu dengan Azura. Rangga yang membuka pintu. Viola tidak yakin dia akan kuat hanya untuk membuka pintu saat ini. Hatinya benar-benar hancur mendengar apa yang terjadi pada Azura. Kamu harus bersikap seperti biasa, Vio. Dengan begitu, Azura pasti ga akan khawatir!, pikirnya dalam hati.

Saat pintu di buka, mereka masuk seketika mata Viola menangkap sosok yang selama ini ia rindukan. Sosok yang duduk dengan lemah di tempat tidur. Yang mengenakan baju pasien rumah sakit. Melihat itu hati Viola jadi tambah perih. Tapi, ketika Viola melihat senyuman itu, senyuman yang seakan menyiratkan bahwa ia baik-baik saja, membuat Viola tahu sahabatnya itu membutuhkan dukungan darinya.

“hai, Vio! Hai, Rangga! Apa kabar?” itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Azura. Ia mengucapkannya dengan nada seperti biasa. Seperti… orang sehat. Azura lalu melambaikan tangannya ke arah kursi di samping tempat tidurnya.

“Azura kenapa kamu ga bilang yang sebenarnya dari awal?” Viola tidak bisa menahan lagi pertanyaan itu. Pertanyaan yang terus saja berputar di otaknya. Pertanyaan yang membuat Viola ragu kalau Azura memang benar menganggapnya sahabat. Azura hanya tersenyum.

“jawab dulu aku pertanyaannku!” kata Azura dengan wajah pura-pura kesal.

“ya. Kami baik-baik aja kok, Ra.” Kata Rangga yang sedari tadi diam saja. Viola ingin menjawab, tidak ia tidak dalam keadaan baik sekarang. Tapi, tentu saja kalau ia tidak mau membuat Azura khawatir, ia tidak mengatakannya.

“baguslah. Aku tenang sekarang.” Kata Azura tetap tersenyum.

“Azura, tolong jelaskan sekarang.” Kata Viola menatap Azura penuh harap. Viola melihat Azura tampak menarik napas dahulu lalu ia memejamkan mata untuk menyiapkan mental.

“Vio, kamu tahu ga alasan sebenarnya aku masuk sekolah ini?” kata Azura tersenyum sambil menatap Viola misterius.

“kamu mau cari teman yang bisa menyukai kamu dari segi sifatmu kan? Itu kan sudah pernah kamu ceritakan ke aku.” Kata Viola mengingat-ingat.

“sebenarnya, ada alasan utama.” Viola langsung membulatkan matanya karena kaget. “sebenarnya… di hari itu, di hari aku menerima penghargaan atas peran di film pertamaku, di hari itu juga aku diberitahu kalau… aku punya penyakit ini. Aku yakin kamu sudah tahu kan dari kak Andini?” Viola hanya mengangguk dan Azura melanjutka ceritanya. Sedangkan Rangga di samping Viola hanya ikut mendengarkan.

“waktu itu aku benar-benar terpukul. Bagaimana bisa? Aku benar-benar sedih saat tahu kak Andini melarangku untuk syuting lagi. Aku kesal. Tapi, lama-lama aku pikir penyakit ini bisa membuatku senang juga.” Viola berusaha sekeras tenaga untuk menahan air mata. Azura melanjutkan,

”aku senang karena ternyata mama juga dulu punya penyakit ini. Penyakit yang sudah merenggut nyawa mama. Setidaknya aku ada kesamaan dengan mama walaupun itu dalam hal penyakit. Karena, dulu aku selalu iri sama Kak Andini yang selalu punya kesamaan dengan mama.” Viola dan Rangga bisa melihat mata Azura mulai berkaca-kaca. Viola lalu menggenggam tangan Azura untuk menguatkannya.

“aku tahu hari ini pasti akan datang cepat atau lambat. Hari… kalian tahu penyakitku. Jantung bawaan. Itu peyakitku dan penyakit mama dulu. Setidaknya, aku bersyukur aku yang dapat penyakit ini bukan Kak Andini.” Seketika benteng pertahanan Viola runtuh. Air mata mulai jatuh di pipinya. Kemudian, ia menghapusnya dengan cepat, takut Azura melihatnya. Ya, penyakit yang diderita oleh Azura adalah jantung bawaan, akhir-akhir ini ia sering mengalami serangan. Dan ini adalah puncak kelemahan jantungnya. Azura tidak tahu sampai kapan lagi ia bisa bertahan. Ia rasa tidak akan lama. Karena… hanya ada satu jalan. Pencakokan jantung. Dan itu pasti membutuhkan jantung baru. Sampai sekarang pun tidak ditemukan jantung yang cocok untuk Azura. Itu membuat harapan orang-orang yang menyayangi Azura semakin kecil. Tiba-tiba Azura teringat sesuatu.

“oh ya. Rangga kalau aku sudah ga ada lagi. Kamu harus cepat katakan perasaanmu ke Vio ya!” kata Azura dengan semangat mengucapkannya seakan tidak ada beban. Itu membuat Viola terkejut.

“Azura, kamu jangan ngomong gitu. Aku yakin kamu pasti sembuh” kata Rangga mendahului Viola, yang juga akan mengatakan itu. Viola tahu sebenarnya persaan Rangga terhadapnya. Tapi, ia tidak bisa memikirkan itu untuk sekarang ini.

“kan ku bilang ‘kalau’. Ok?” kata Azura. Viola hanya diam mendengar permintaan Azura itu.

“mmm, aku keluar dulu ya.“ kata Rangga lalu bergegas keluar.

“huh, anak itu.” Kata Azura lalu tertawa, tapi tidak terlalu lama mengingat kondisinya itu. “Vio, kamu tahu kan kalau…” ucapan Azura terhenti.

“Ra, jangan ngomongin itu dulu deh.” Kata Viola menatapnya kesal. Azura hanya terkekeh melihat sahabatnya itu salah tingkah. Ah, ia ingat sesuatu.

“Vio, kamu bisa ceritakan tentang alasanmu benci sama artis ga?” kata Azura hati-hati namun, bisa membuat luka di hati Viola kembali terbuka. Viola sempat ragu apakah akan mengatakannya atau tidak. Lalu, ia melihat wajah penuh harap dari Azura. Ia akan mengatakannya.

“dulu sekali waktu aku masih kecil, mungkin kelas 3 sd. Aku minta belikan mainan ke mama dan papa. Aku, maunya hari itu juga. Dan hari itu juga mama dan papa pergi membelikannya. Yah, karena aku anak semata wayang. Dan… ketika mereka dalam perjalanan pulang. Mereka… kecelakaan.” Satu tetes air mata jatuh di pipi Viola. Viola membiarkannya begitu saja. Azura menggenggam tangan Viola erat. Matanya pun mulai berkaca-kaca.

“dan, aku langsung membenci semua artis karena yang menabrak orang tuaku adalah seorang artis. Artis yang sedang mabuk. Aku sangat bersyukur dia dihukum penjara lama sekali. Jadi, maaf aku sama sekali ga bersikap baik ke kamu waktu pertama kali kita ketemu, Ra” kata Viola menatap Azura.

“aku tahu kok kalau memang ada alasan khusus. Tapi pesanku, jangan anggap semua orang itu sama lagi ya, Vio.” nasehat Azura sambil tersenyum. Viola teringat sesuatu. Yang juga membuatnya penasaran sekali dari dulu.

“oh ya. Sebenarnya kita pertama kali bertemu di mana sih?” tanya Viola. Azura langsung teringat kejadian itu kembali. “waktu aku datang untuk melihat sekolah baruku.” Kata Azura dengan senyum yang tidak bisa ditahannya. Azura melihat Viola menatapnya bingung. “ih masa Vio ga ingat. Waktu itu aku pakai kacamata hitam. Kan kamu yang ngasih aku perban untuk luka di jariku.” Kata Azura mengingatkan Viola. Viola terus mengingat-ingat. Perban? Luka? Kacamata hitam? Deg. Ia ingat masa cewek itu Azura?

“jadi itu kamu?” kata Viola benar-benar tak menyangka. Azura hanya mengangguk sambil tersenyum-senyum. Ya, waktu itu Azura ingin beradaptasi dulu dengan lingkungan sekolah barunya. Ternyata, tanpa ia sadari jarinya terluka. Mungkin tergesek sesuatu saat di mobil. Ia tidak akan sadar itu sampai seorang cewek yang ternyata adalah Viola, memberikan perban untuk Azura.

Viola sempat bingung dengan pakaian cewek ini. Tapi, ia tidak peduli lagi dan langsung pergi begitu saja saat memberikan perban itu. Itu malah membuat Azura peduli. Dan sejak saat itu, ia bertekad untuk berteman dengan anak yang memberikannya perban.

“syukur deh kamu ingat.” Kata Azura. Lalu, ia melepas sesuatu yang tergantung di lehernya. Kalung? Lalu menyerahkannya pada Viola. Viola hanya menatapnya dengan tatapan bertanya.

“simpanlah itu sebagai kenangan dariku. Kalau kamu kangen sama aku lihat aja itu dan tempelkan ke dada pasti kangennya bisa terobati.

“ini kan kalung kesayangannmu?” Azura memang pernah bercerita kalau kalung itu diberikan oleh mamanya. Kemudian, Viola melanjutkan. “dan jangan bilang kata-kata ‘kalau aku sudah ga ada’ atau sebagainya. Kamu pasti kuat, Ra.” Kata Viola sambil menyerahkan kembali kalung dengan liontin bintang itu ke Azura. Azura menolak.

“Vio, aku sudah ga ada harapan lagi. Tolong simpan aja itu. Mama dulu bilang aku seperti liontin itu. Bintang yang selalu ada di hati mama. Dan, sekarang itu milikmu. Vio, kamu akan selalu ada di hatiku sebagai seorang sahabat pertama dan terakhirku. Terima kasih ya, karena mengizinkanku untuk berteman denganmu.” Kata Azura. Air mata mulai jatuh lagi di kedua pipinya. Begitu pun Viola.

Viola langsung memeluk Azura. Ia sudah tidak kuat lagi. “ya, baiklah aku akan menyimpan kalung ini. Aku… akan selalu mengingatmu selamanya. Yang akan selalu jadi bintang yang paling terang di langit.” Kata Viola terpatah-patah karena air mata yang keluar terus menerus.

“ok, aku tenang sekarang. Sekali lagi, terima kasih Vio.” Kata Azura semakin lemah. Viola bisa merasakan tubuh Azura sangat dingin. Kenapa dengannya? AC nya ga dinyalakan kok?, pikir Viola dalam hati.

“ya terima kasih juga, Azura” kata Viola sambil melepas pelukannya. Tepat pada saat ia melepaskan pelukannya pada Azura, tubuh cewek itu terkulai lemas. Aura dingin mulai merayapi tubuh Viola. Ia mulai panik. Ia mencoba merasakan denyut nadi Azura. Tidak berdenyut.

“Azura bangun! Azura! Ga lucu tahu! Azura! Azura Winata!” teriak Viola. Air mata kembali jatuh di pipinya. Pikiran buruk itu masuk ke dalam otaknya tanpa bisa ia cegah.

“Dokter! Dokter!” teriakannya itu membuat Rangga yang sedari tadi menunggu di luar masuk ke dalam.

“apa? Kenapa?” tanyanya panik melihat Viola menangis. Kemudian, matanya menangkap sosok Azura yang terkulai lemas di tempat tidur.

“dokter! Panggil dokter! Cepat!” kata Viola panik. Tanpa menunggu aba-aba lagi, Rangga langsung memanggil dokter. Viola benar-benar takut. Saat dokter datang. Itu pun percuma. Sudah terlambat. Azura sudah tidak bernapas lagi.

Pagi itu, seperti biasa Viola berangkat pagi-pagi untuk bersekolah. Sebenarnya, ia capek harus bangun pagi terus, dan ia takut saat sudah sampai di kelas nanti ia tidak melihat seseorang yang sangat ingin dilihatnya itu. Jujur ia masih belum siap kehilangan Azura.

Surat kabar dan media informasi lain pun sudah memberitakan tentang meninggalnya Azura. Viola juga ikut datang sewaktu pemakamannya Azura. Seharian itu ia terus menangis. Memang berlebihan. Tapi, begitulah kenyataannya. Ia benar-benar sedih.

“Vio, ada Rangga tu nungguin kamu di depan.” Kata nenek yang sudah ada di depan pintu kamar Viola.

“aduh nenek. Ngagetin aja. Emang mau ngapain dia, nek?” kata Viola.

“bilangnya mau jemput kamu. Dia naik sepeda tu. Sana gih cepat, nanti keburu lama dia nunggu.” Kata nenek langsung berlalu. Sepertinya, Viola tahu. apa mungkin dia mau menuhin permintaan Azura? Pikir Viola. Kemudian, Viola menghilangkan pikiran ge-er itu secepatnya.

Saat ia akan menarik tasnya yang ada di meja. Tiba-tiba sesuatu terjatuh. Kalung bintang itu? Viola mengambilnya. Lalu ia memandanginya sebentar. Ia mencoba untuk membuka liontin itu, yang sebelumnya belum sempat ia buka. Ia tertegun, foto dirinya dan Azura yang ada di dalamnya. Viola berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis lagi.

“Azura, terima kasih ya atas semuanya.” Katanya tersenyum melihat foto Azura. Viola langsung mengenakan kalung itu di lehernya. Dan melangkah keluar rumah untuk menemui Rangga dan bersiap untuk melewati hari-hari ke depan yang penuh misteri.

Sosok bintang terkenal itu memang sudah redup di mata semua orang. Tapi tidak di mata dan hati Viola. Azura akan selalu diingatnya sebagai bintang yang selalu bersinar di hatinya. Selamanya.

 
Biarkan Kita Menjadi Cerita

“tenang.. rumah ini udah siap pakai kok” ucap papa Gea seakan tahu apa yang sedang Gea fikirkan ketika melihat rumah barunya.

“oh..” jawab Gea ber-oh pendek

Ya, hari ini adalah hari pertama Gea di lingkungan hidup yang baru, Tenggarong. Dulunya, bukan dulu. Mungkin, kemarin, Gea masih tinggal di Jakarta. Tepatnya Jakarta Timur. Gea pindah ketempat ini karena tuntutan pekerjaan orang tuanya. Jadi mau tidak mau Gea harus mengikuti orang tuanya kesini. Hal ini juga di anggap Gea menyenangkan, karena Gea sudah bosan dengan popularitas yang dia miliki di Jakarta.

Bagaimana Gea tidak populer? Gea yang memiliki wajah bagaikan artis, di tambah lagi dia adalah anak dari keluarga yang beruntung, terlalu beruntung mungkin. Hal itu membuat dia menjadi dikenal banyak orang di sana. Karena Gea terkenal karena dua hal tadi, Gea ingin merasakan hal lain. Mungkinkah dia akan menjadi populer juga kalau tidak ada yang tahu dengan apa yang Gea miliki.

Gea mengelap rambutnya dengan handuk saat kekuar dari kamar mandi rumah barunya. Terdengar suara blender dari arah dapur. Gea pun mendatangi asal suara itu. Terlihat mama Gea sedang asik membuat minuman, namun tidak ada sosok papanya disana. Gea pun menanyakan keberadaan papanya itu

“ma, papa mana?” ucap Gea spontan.

“papa tadi keluar, tapi ngga tau mau apa” jawab mamanya singkat.

“oh, udah lama?” tanyanya menguraikan ke-kepo-an

“lumayan sih” lagi, mamanya menjawab singkat.

“ngga mandi?” tanyaku meninggikan volume

“ssttt, papa Cuma pakai parfume. Abis Gea mandinya lama sih..” ucap mamanya dengan suara pelan

“heheh, maafin Gea deh” ucapnya sambil cengengesan

“ting, tong” terdengar suara bel dari luar. Gea pun bergegas menghampiri pintu dan membukanya.

“taraaaaa…”ucap papanya ketika pintu terbuka

“iihhh papa, ada-ada aja deh.” Ucap Gea dengan nada manja

“liat papa bawa apa? Seragam baru sama perlengkapan sekolah kamu. Besok udah bisa sekolah loh…” ucap papa Gea sambil mengangkat bungkusan yang dia pegang

“wwwwwuiiiii.. papa keren, makasih ya pa” ucap Gea kesenangan

“iya, sama-sama sayang” jawab Papa Gea seraya merangkul badan Gea.

“uh, papa bau ih” kata Gea kepada papanya

“sssttt, malu ah di dengar tetangga” ucap papa Gea dengan suara pelan sambil mendorong badan Gea masuk kedalam rumah.

“ya udah pa, Gea masuk dulu ya..” ucap Gea saat turun dari mobil.

Gea melihat gerbang sekolah barunya, tertlulis SMP Negeri 1 Tenggarong. Tulisan itu sama persis sengan bordiran yang ada di dasi barunya. Gea pun melangkah masuk, wajah-wajah asing tampak di depannya, sedang melihat Gea kebingungan. Bahkan mungkin ada dari mereka yang terpesona melihat Gea. Karena sekali lagi, Gea adalah anak yang cantiknya luar biasa.

Gea berhenti di depan kelas dengan pintu yang bertuliskan ‘Kelas IX c’. Gea melangkah masuk, matanya menerawang sekitar. Tidak terlalu menarik, kecuali seorang anak laki-laki berjambul yang sedang asik berbincang dengan seorang perempuan yang sama sekali tidak bisa di katakan cantik.

“Beruntungnya aku kalau bisa berkenalan dengan cowok itu dan menjadi cewek di sebelahnya” ucap Gea dalam hati.

Anak perempuan itu melirik Gea, sempat berpaling, namun kembali lagi matanya melilhat ke arah Gea. Dia pun tersenyum ke arah Gea, begitu juga Gea yang kemudian membalas senyuman perempuan itu. Lalu, anak laki-laki berjambul tadi berdiri dari kursinya, berdiri, lalu berjalan ke arah Gea. Gea menelan ludah dengan susah payah, tanpa sadar tangannya menarik kuat tali di ransel yang ia gunakan.

“Raka..” ucap laki-laki itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.

“e e e .. Gea” jawab Gea gugup kemudian membalas uluran tangan laki-laki tadi.

Mereka menjabat tangan beberapa detik, saling menatap. Namun indahnya suasana di pecah olah suara seseorang

“haii” ucap lawan bicara Raka tadi saat berada di antara gea dan Raka.

“eh, yaa” jawab Gea terkejut.

“Kinan” ucap perempuan tadi mengajak berkenalan

“Gea” sahut Gea memberi senyum.

Kinan tidak cantik, tapi entah kenapa benyak anak yang dekat dengannya, mereka merasa nyaman bersama Kinan, termasuk Raka. Hal itu membuat Gea heran dan membuat Gea ingin lebih mengenal siapa itu Kinan. Raka, Raka adalah sahabat Kinan, ada yang mengatakan kalau Raka menyukai Kinan dalam arti lain. Namun, hal itu belum terbukti sampai sekarang.

*****

Hari demi hari berlalu, Gea, Raka, dan Kinan semakin dekat dan menjadi sahabat. Rasa penasaran Gea tentang Kinan sudah berkurang, namun tidak dengan rasa suka Gea sejak pandangan pertama dengan Raka. Semakin Gea mengenal Raka, semakin Gea menyukai Raka.

“Gea !!” suara seseorang memecah lamunan Gea

“eh, Raka” ucap Gea terkejut

“nih..” ucap Raka sambil menyerahkan sebuah flashdisk

“buat???” tanya Gea kebingungan

“kan kamu udah ketinggalan materi, di dalem sini ada rinkasan materi pelajaran kita. Jadi kamu bisa ngopi isinya” jawab Raka menjelaskan

“oh iya, makasih ya” ucap Gea sambil tersenyum

“iya sama-sama” jawab Raka membalas senyuman Gea

Gea terdiam melihat senyum manis yang tersungging di bibir Raka. Jantungnya berdetak sangat cepat, nafasnya terasa sesak, dan tengorokannya terasa tersangkut sesuatu. Karena Gea adala sahabat Raka, wajar apabila dia seudah terbisa melihat senyuman Raka. Namun, yang kali ini berbeda, yang ini, khusus untuknya.

“Gea..!!” lagi, suara tu memecah lamunan Gea

“ha? Kenapa?” jawab Gea terkejut

“aku, lagi suka sama cewek” ucap Raka tiba-tiba.

“oh ya? Siapa?” tanya Gea penasaran.

“rraaahasiaaaa!!!” jawab Raka tersenyum lebar sambil meninggalkan Gea.

“Raka, Raka !! ih, ngga asik ah kamu” ucap Gea mencoba menghentikan langkah Raka, tapi Raka tetap melangkah kan kakinya keluar kelas.

*****

“brukk !!!!” bunyi suara buku Kinan yang berjatuhan dari genggamannya. Kinan lalu memunguti buku-buku itu yang berserakan di jalanan. Tiba-tiba, tangan seseorang membantu Kinan memunguti buku itu, ternyata Raka. Kinan hanya tersenyum melihat Raka yang membantu dirinya.

“kinan..” ucap Raka memanggil nama Kinan pelan

“ya? Jawab Kinan tanpa melihat ke wajah Raka

“Kinan, liat aku” ucap Raka sedikit memaksa

“kenapa Raka?” Tanya Kinan saat malihat wajah Raka

“aku suka sama kamu” ucap Raka spontan

“aku tau” jawab Kinan santai sambil tersenyum

“jadi?” tanya Raka meminta jawaban

“aku lebih suka kalau kita temenan” jawab Kinan singkat

Raka terdiam, hatinya sedikit tergores tapi tidak terlalu parah. Karena sebelumnya dia memang ragu akan jawaban Kinan. Raka hanya menyunggingkan senyum dari bibirnya.

*****

“Gea, aku suka sama kamu mulai pertama aku lihat kamu” ucap Raka kepada Gea.

Gea terdiam, tidak dapat berkata-kata sama sekali. Inilah yang dia harapkan sejak pertama masuk sekolah. Jantungnya berdetak terlalu cepat, keringat dingin mengalir di tubuhnya. Belum sempat dia menjawab ungkapan Raka, ada seekor kucing yang mendekati Gea. Gea takut kucing, otomatis dia menjauh dari kucing itu. Namun kucing itu malah semakin mendekat dan tiba melompat ke arah Gea

“awww!!!” jerit Gea saat terjatuh dari tempat tidur.

Mimpi yang indah sekaligus mengerikan mampir di malam Gea setelah mendengar Raka sedang menyukai seorang perempuan. Gea penasaran siapa yang di sukai oleh Raka, rasa penasaran itu selalu membayangi Gea sampai kedalam mimpi. Gea melirik jam dinding, jam 3 pagi. Gea merasa tidak sanggup untuk melelapkan matanya lagi. Gea pun teringat dengan flashdisk yang di berikan Raka kepadanya.

Gea bergegas menyalakan laptopnya, lalu mengecek data dari flashdisk tadi.

“kinan?” ucap Gea kebingungan melihat nama Flashdisk itu.

Ternyata itu adalah flashdisk Kinan. Gea pun mememukan data ringkasan materi yang ia cari-cari

“diary?” ucap Gea ketika melihat sebuah file dengan nama diary.

Kemudian Gea membuka file itu, dan ternyata, itu adalah catatan harian Kinan. Sempat dia ingin membuka file itu, namun dia masih ingat akan adab kemanusiaan. Diary ini adalah pribadi dan Gea tidak boleh membacanya tanpa mendapat izin dari yang bersangkutan.

Namun rasa penasaran Gea tentang isi diary itu mengalahkan adab kemanusiaan tadi. Dibacanya isi file itu secara berurut. Gea terkejut melihat isinya yang ternyata

*tanggal tidak di tampilkan*

“check up ke dokter setiap 2 minggu. Ngga tau ini memang kewajiban atau Cuma untuk jaga kesehatan. Mama ngga ngasih tau alasannya =(“

“tervonis penyakit yang ngga pernah ku bayangkan bakal bersarang di badanku. Ternyata inlah jawaban dari setiap check up rutin yang aku jalani. Biarkan ini menjadi rahasia =|”

“terima kasih atas penyakit yang engkau berikan tuhan =’) berkat itu aku selalu bersyukur dengan apa yang telah aku miliki dan apa yang telah aku jalani =”)

“hari ini pindah ke Tenggarong . good bye SMP 1 Samarinda =’)”

“teman baru, ramah, ganteng, baik, pengertian, perhatian. Tipe cowok sejati =)”

“semakin dekat. Bolehkah aku berharap memiliki dia ?” biarkan aku bermimpi sejenak ya tuhan =)”

“derita yang aku alami terus bertambah seiring berjalannya waktu. Itu berarti semakin sedikit waktu aku bertahan di dunia ini. Ya tuhan.. biarkan aku bahagia selama sisa hidupku =)”

“seseorang datang lagi, seseorang yang mungkin akan memperjauh jarak di antara kita. Kuharap itu semua ngga akan terjadi =)”

“rasa yang aku rasakan terbalas. Akhirnya dia nyatakan rasa yang sama kepada ku. Tapi maaf, karena aku hatimu terluka. Sungguh aku tak layak bersamamu =(“

“dia suka kamu =) kamu cocok kok sama dia =) aku rela biarkan kamu bersama dia, asalkan kamu bisa ngerasakan cinta dengan orang yang memang pantas untuk kamu =)”

Gea terdiam melihat isi bacaan itu. Di satu sisi, Gea sadar kalau sikap baik Kinan itu memang takdir yang harus dia jalani. Mata Gea sedikit berlinang mengingat isi diary itu. “Apa semua tingkah laku baik teman-teman karena mereka tau tentang keadaan Kinan. Tapi, Kinan kan bilang biar jadi rahasia. Ya ampun, aku harus gimana? Apa aku harus pura-pura ngga tau apa-apa?” ujar Gea bertanya dalam hati.

Tidak terasa,waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Geaa pun meninggalakan laptopnya yang dalam keadaan mati dengan sedikit cemas tentang apa yang telah dia ketahui.

*****

Pagi hari datang lagi, Kinan melangkah pelan menelusuri sekolah

“kinan!!” ucap seseorang yang menghentikan langkah Kinan. Kinan pun membalik badan dan dan berkata

“eh, Raka”

“Kinan, aku tau kamu ngga suka sama aku. Makanya kemaren kamu nolak aku. Tapi tolong, buat aku merasa special di dekatmu walau cuma sebagai teman” ucap Raka dengan wajah sedikit memelas.

Kinan tersenyum, dia hendak berkata. Tapi ada suara teriakan seseorang yang sudah mendahului ucapan Kinan.

“raka!!!” ucap Gea berteriak dengan nada sedikit marah

“iya, kenapa Gea??” Tanya Raka kebingungan

“aku mau ngomong sama kamu” ucap Gea mengabaikan pertanyaan Raka lalu menarik tangan KInan pergi menjauh dari Raka.

“Gea, Gea??” teriak Raka mencoba menghentikan tindakan Gea yang kelihatan sedikit marah.

Gea membawa Kinan ke bawah tangga dekat toilet perempuan. Gea terlihat sangat marah. Kinan ketakutan melihat sikap Gea yang mengerikan.

“rahasia kamu ada sama aku!” ucap Gea memulai pembicaraan

“ha? Maksud kamu?” ucap Kinan kebingungan

“ya, aku tau kalau kamu lagi ngidap penyakit serius. Itu rahasia kamu kan?” ucap Gea dengan nada sinis

“Gea, dari mana kamu tau itu? Ucap Kinan cemas

“ngga penting aku tau dari mana. Yang jelas kalau kamu mau rahasia itu ngga ketahuan siapa-siapa, kamu harus ikuti keinginan aku!” ujar Gea mengancam

“mau kamu apa Gea. Aku bakal ikutin kalau itu bisa menjamin rahasia aku ngga terbongkar” jawab Kinan memohon

“kamu harus jauhin Raka. SELAMANYA!” ucap Gea mengakhiri pembicaraan kemudian meninggalkan Kinan dengan ancaman yang telah dia berikan. Kinan menunduk meringis atas apa yang telah ia dapatkan. Kinan berjalan meninggalkan tempat dimana ia di bully oleh Gea. Saat menaiki tangga, tiba-tiba kepala Kinan pusing. Pandangan matanya kabur, lalu hilang.

“bbuuugggkkkk!!!” suara badan Kinan yang terhempas ke lantai bawah

*****

“halo? Gea ?!! cepat kerumah sakit A.M Parikesit sekarang ! Kinan tadi pingsan, sampai sekarang belum siuman. Sekarang aku lagi dijalan. Cepat!!” ucap Raka melalui telepon dengan nada cemas

“oh iya. Aku kesana.” Ucap Gea mengiyakan lalu menutup telepon

Gea cemas mendengar berita itu, gea teringat akan diary Kinan itu. Apa ini semua karena ancaman yang Gea katakana kepada Kinan tadi.” Kinan, maafin aku. Aku ngga akan maafin diri aku sendiri kalo aku ngga sempat minta maaf secara langsung ke kamu” ucap Gea dalam hati.

Gea mengambil helmnya lalu bergegas mengendarai motornya menuju rumah sakit. Beberapa menit berlalu, Gea sampai di rumah sakit. Dia pun memarkir motornya dan berlari menuju gedung rumah sakit. Tepat di depan lobi, Gea menelepon Raka

“halo, Raka. Aku sudah nyampe di rumah sakit, kamu dimana? Aku ngga tau Kinan ada di ruangan mana?” ucap Gea saat teleponnya di angkat.

“halo? Halo?” ucap seseorang dari seberang

“loh? Ini siapa? Raka mana? Tanya Gea cemas saat mengetahui teleponnya bukan di angkat oleh Raka tapi orang lain. Terdengar suara riuh disana

“halo mbak. Ini temennya mas yang pakai motor scoopy putih kah?” Tanya seseorang yang berbicara melalui ponselnya Raka

“iya, Rakanya mana? Ada apa sih?” Tanya Gea semakin cemas

“ini mbak, mas yang pakai scoopy putih tadi kecelakaan, helmnya lepas terus hapenya jatoh. Masnya tadi langsung pergi aja.” Ucap orang itu menjelaskan

“orangnya luka?” Tanya Gea penasaran

“kepalanya tadi berdarah mbak.. tuuut tuuuut tuuuuuuuut…..” telepon pun terputus tanpa di sengaja.

Gea menangis, terduduk di dekat pintu lobby, dia tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya. Dia takut Raka kenapa-kenapa. Lalu, datang seseorang yang mengangkat badannya berdiri. Ternyata itu Raka, jaket Raka terkena lelehan darah yang mengucur dari kepalanya. Gea menahan pedih yang dirasa ketika melihat lelehan darah itu.

“Kinan? Kinan gimana? Tanya Raka cemas tarhadap Gea

“aku ngga tau Raka” jawab Gea masih dalam keadaan menangis

“yaudah, ayo” ucap Raka menarik tangan Gea masuk ke dalam rumah sakit

“tapi kepala kamu…” ucap Gea terputus

“udah, biarin” ucap raka mengacuhkan perkataan Gea.

Mereka sampai di depan kamar tempat Kinan berada. Terlihat kedua orang tua Kinan menangis. Raka pun langsung masuk kedalam

“tante, Kinannya kenapa?” Tanya Raka cemas tapi dengan nada pelan

“Kinan, sudah ngga ada Raka” ucap papanya Kinan menjawab

“apa?” ucap Raka terkejut.

Gea tak berani berkata apa-apa. Gea takut menanyakan hal apapun kepada orang tuanya Kinan. Gea hanya menangis dan berkata “Kinan maafin aku. Sumpah aku ngga niat sampai segininya. Sumpah Kinan, aku minta maaf”

Raka mendekati Gea yang sedang menangis. Gea menatap mata Raka. Gea menarik nafas dalam

“Raka, aku yang buat Kinan jadi begini” ucap Gea sedikit ketakutan

“Kinan memang sudah ngidap penyakit kanker otak dan dia memang sudah di vonis ngga bisa bertahan lama” ucap Raka mencoba menenangkan Gea

“tapi.. aku yang…” ucapan Gea terpotong

“ini, surat dari Kinan buat kamu. Kata mama sama papanya Kinan, Kinan sempat nulis surat itu pas dia siuman. Tapi habis nulis surat itu, dia langsung kejang-kejang dan meninggal.” jelas Raka memotong ucapan Gea dan memberikan selembar kertas

Gea membaca surat itu yang bertuliskan

“AKU AKAN MEMENUHI SYARAT YANG KAMU AJUIN KE AKU GEA, AKU AKAN MENJAUH DARI RAKA DAN KAMU SELAMANYA. AKU HARAP KAMU BISA BAHAGIA. DAN ASAL KAMU TAU, AKU NGGA PERNAH SUKA SAMA RAKA”

 
Getar Tuhan Ataukah Getar Cinta?

Sesejuk angin malam yang membelai lembut diriku yang tengah melangkah pulang dari surau. Kurasakan indahnya kasih yang diberikan tuhan, kuberjalan diantara barisan para mujahidah modern akhwat tangguh yang berhasil menaklukkan serangan nafsu di zaman nestapa ini. Aku Adel, Allina Qonita Adellia.. siswi kelas IX Madrasah Ats-Tsanawiyah yang ingin menjadi satu dari mujahidah masa kini. ^_^

Raut wajah yang tak senada dengan semangat membara menghiasi wajah teduh saudara seimanku, Husna. Terlihat kebimbangan yang tengah ia rasakan, ku coba mendekatinya.
“Ukh, antum kenapa? Ada masalah?” tanyaku sambil merangkulnya.
“Tidak ada apa – apa koq,.!” Sambil pamit dan berlalu.

Sesampaiku di rumah Ummi dan Ayah tak ada, hanya adikku Elin yang tengah menonton televisi sambil makan cemilan pisang goreng. Hidayah, salah satu acara di stasiun tv swasta yang menarik perhatianku untuk menontonnya, tapi entah.. aku tak nikmat menotonnya, kupikir perasaanku tengah tidak tenang.

Ku masuk ke kamarku, kuraih ponsel yang tengah rebahan diatas meja belajar. Kuputar musik untuk menenangkan sejenak kemelut yang tengah menggelayut sehingga perasaanku tak tenang.

Look around yourself, can’t you see this wonder spread in front of you
The cloud’s floating by the sky is a clear and blue
Planet in the orbit, the moon and the sun, such perfect harmony
Let’s start question in our self is in this proof enough for us?

Lagu dari artis baru Maher Zain, menemani malam indahku itu hingga aku terpejam, menari bersama mimpi–mimpi dalam dunia yang tak dapat kudefinisikan. Malam yang semakin larut selarut aku bersama mimpi indahku.
Tralala.. trilili.. tralala.. trilili..! ponselku berdering lama sekali mendendangkan salah satu lagu haraki. Pukul 2.30 WITA.

Unknown number is calling, tertera pada layar LCD ponselku. Kuangkat dengan malasnya.
“Assalamu’alaikum, Halo! siapa sih?!” aku yang agak ketus.
“Wa’alaikumussalam.. bangun Ukhty! Ukhty gak mau shalat malam?”
Jreng jeng.. jeng! Suara lembut nan teduh seorang ikhwan (Laki – laki) menyapa di sepertiga malam terakhir, seketika rasa sebal pun melayang.
“Iya sih, masih ngantuk nih..!” jawabku yang masih keliengan.
“Jangan malas gitu Ukhty.. bla..bla..bla..” Akupun akhirnya sadar berkat bujukan penuh perhatian dari Ikhwan yang entah aku tak tau siapa.
“Iya, insya’Allah setegah jam lagi ya banguninnya!”

Tepat setengah jam kemudian, ponselku berdering lagi. Tentu saja laki–laki barusan yang menelpon, dan entah kenapa aku bangun dengan perasaan yang tiada kesal lagi. Entah aku merasa ada kebahagiaan ajaib yang menjalari hati.
Penelpon itu mengaku bernama Khalid, ngkunya dia Mahasiswa STIT Nurul Hakim Kediri temannya Ummi. Walaupun aku tak bisa mengingatnya, ya.. temen Ummi kan banyak banget! Tapi biarlah, mungkin ini indahnya ukuwah. Setelah itu, selalu ada dering istimewa datang menyapa di setiap sepertiga malam terakhir.

Hal yang berlangsung ini segera ku konfirmasikan pada Ummi.
“Ummi, tadi malam temennya Ummi yang bernama Mas Khalid menelpon, tengah malam pula!”
“Oh ya! Khalid yang mana ya?”
“Mas Khalid temennya Ummi yang kuliah di STIT Nurul Hakim itu lho!”
“Oh yang itu!..”
Ummi mulai menjelaskan secara rinci siapa yang bernama mas Khalid itu. Dia adalah mahasiswa STIT Nurul Hakim Kediri Lombok Barat yang awalnya pengen sekolah di Madrasah As-Shaulatiyah di Makkah Al- Mukarromah. Mahasiswa Tarbiyah yang terkenal innocent dan sangat supel. Kata Ummi, Mas Khalid itu salah satu ustad favorit dikalangan masyarakat umumnya, saingannya para ikhwan dan menjadi selebriti dikalangan para akhwat. Sebegitu sempurnanya Mas Khalid dimata Ummi.
Satu minggu sudah chatting-anku dengan Mas Khalid, buatku chatting yang bermakna. Bukan hanya sekedar Qiyamullail, tapi Mas Khalid sering memberikan nasihat, saran dan beberapa perhatian lainnya.

Sepulang sekolah, aku mampir ke rumah Dian untuk mengambil perlengkapan diacara syuro di sekolah tiga hari lagi, karena kebetulan aku dan Dian adalah salah satu panitia Syuro.
“Dian, Artikel apaan ni..?” tanyaku yang tengah mengambil beberapa lembar artikel dari mejanya yang telah ku obrak–abrik.
“Itu lho, artikel tentang Izzah dan Iffah, bahan pidatoku jum’at kemarin.” jawabnya jelas.
Setelah semuanya beres, aku pamit pulang. Di perjalanan pulang, perasaanku tidak tenang. Dan di rumah…
“Assalamu’alaikum.. !” sapaku sambil masuk kedalam rumah.
“Wa’alaikumussalam..” jawab seisi rumah tanpa dikomando.
Tara.. seorang ikhwan yang tengah duduk tenang di sofa bersama Ayah dan Ummi. Ya, tak lain dan tak bukan ikhwan itu adalah Mas Khalid, aku tersipu saat Mas Khalid melontarkan senyum simpulnya kearahku. Astagfirullahaladzim, lirihku sambil menundukkan kembali pandanganku.

Sebelum hari menjelang sore, Mas Khalid pamit undur diri. Setelah bersalaman dengan Ayah dan Ummi juga Aku dan Elin, Mas Khalid keluar dan berlalu bersama bayang dan juga sepeda motor Legenda 2 Classic miliknya. Terus kupandangi Mas Khalid yang berlalu hingga Mas Khalid hilang di ujung jalan.
Selepas Maghrib, Dian mengirim pesan singkat atau SMS.
‘Ukh, besk Qta ke rmhnya Ustad Imron nganter Undangan,.” Kubalas,
‘Ya, pulang sekolah kita ke sana.’

Dan siang pulang sekolah, aku dan Dian pergi ke rumah ustad Imron. Kami naik angkutan umum agar tidak terlalu kepanasan terkena sinar matahari. Di dalam angkutan ada dua orang ikhwan dan tiga orang akhwat dan juga seorang wanita bercadar dengan abaya ungu yang membuatnya terlihat anggun.
Tiga orang akhwat yang kira – kira seusiaku terus saja bersendau gurau sepanjang jalan. Sepertinya mereka tidak malu bercanda di dekat para ikhwan. Dian yang mengelus dada, mereka pelototi dalam–dalam, rasanya mereka tidak senang akan hal itu. Tuhan.. apakah sudah tidak ada getaran iman di dalam diri seorang akhwat? Pertanyaan itu muncul seiring mata memandang tingkah mereka.

Aku dan Dian saling berbisik, mengapa wanita sekarang malah tidak begitu peduli terhadap Iffah dan Izzah, padahal keduanya merupakan hal yang sangat berperan dalam membentuk pribadi dan sikap seorang wanita. Wanita bercadar itu memperhatikan kami dalam – dalam, dari matanya yang bening yang lama–kelamaan menyipit kurasa wanita itu tersenyum pada kami.
Udara yang panas berhembus menerpa wajah kami, terasa panas dan teriknya siang itu. Sudah terlihat rumah di seberang jalan yang kami tuju, ya itulah rumah ustad Imron.

Matahari mulai memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru alam memberikan kehangata pada setiap insan di muka bumi ini. Minggu pagi yang cerah, sama seperti pagi – pagi sebelumnya, orang – orang ramai di jalanan. Bedanya, pada hari–hari lain mereka berseragam rapi, terburu – terburu dan raut wajah yang gelisah karena dikejar waktu. Hanya di Minggu pagi terlihat wajah–wajah ceria dan santai yang sesekali mengusap peluh setelah berolahraga.
Yups, pukul 7.30 aku harus ke Sekolah untuk menyiapkan sett dan hal–hal yang lain untuk acara syuro dan kajian sore harinya.

Di sekolah aku sudah ditunggu oleh temn–teman panitia acara kajian dan syuro, Dian, Wati, Husna, Fitria, Abdul, Fadli, dan kawan–kawan. Dan yang tak ketinggalan adalah tugas dan kerjaan yang menanti. Rasanya hari ini akan jadi hari super sibukku.
Saat aku membantu dibagian dekorasi setting, mas Khalid mengirim sms.
‘Lagi sibuk ya,.! Jangan lupa makan siangnya.!’
Sms singkat yang membuatku tersenyum disaat lagi sibuk –sibuknya.

Sore harinya, temen – temen dan guru – guru pun mulai berdatangan. Rasanya usaha ini sudah pada puncaknya. Ustad Imron memulai tausiahnya setelah usai mengaji atau syuro. Tema tausiah favoritku “Wanita juga pantas Bahagia”. Ustad imron emang paling bisa, kata–katanya bak pujangga ternama.. menghanyutkan setiap pendengarnya termasuk aku. “Kelebihan kaum hawa adalah kekuatan rasa. Cinta yang dipupuk dengan air keimanan merupakan modal kesuksesan dunia akhirat. Perempuan kaya akan keindahan lahir batin. Perempuan juga paing berpeluang dalam meretas jalan keindahan menuju Tuhan. Saat mereka terlebih dahulu merasakan kehadiran cinta Allah di lubuk hati yang suci. Sehingga Tuhn hadir disetiap desah nafasnya dan detak jantungnya. Itu semua karena cinta yang agung.” Duhai indah kata–kata itu, yang alhamdulillahnya sempat kucatat.

Mendengar itu semua, aku jadi teringat akan perasaanku yang lama–kelamaan menjadi istimewa kepada mas Khalid, harusnya tidak seperti itu. Aku tidak mau menyimpan perasaan istimewa pada laki–laki yang belum halal bagiku. Aku tidak mau perasaan yang harusnya halus suci ternodai oleh prasaan haram tiada bertuan. Aku ingin memupusnya.

Akhir–akhir ini, aku disibukkan dengan jadwal les yang seabreg, ya benar saja beberapa bulan lagi, Ujian Akhir Nasional SMP akan dilaksanakan. Les di sekolah juga ikutan bimbel di rumahnya mbak Amy. Tiada kata istirahat.
“Adel udah makan?” Tanya ayah.
“Belum, tanggung nih, tinggal beberapa soal lagi. Nanti kalo’ dah selese baru Adel makan.” Jawabku sambil mengerjakan soal.

Jam dinding menunjukkan pukul 11.30, karena keranjingan jawab soal akhirnya aku lalai mengerjakan shalat isya’ juga lupa makan. Selepas shalat isya’ ku pandangi layar ponsel Nokia 1600 Classic warna hitam milikku sendiri lho! Tak ada pesan ataupun miscall, sangat sepi! Aku pun melanjutkan mengerjakan soal.
Sore sepulang les Matematika di sekolah, Husna dan Dian mengajakku makan Bakso di warung perempatan. Dan ternyata, disana sudah ada pak Oji’, salah satu guru favoritku di sekolah. Hmm.. betapa nikmatnya bakso perempatan yang telah melewati kerongkonganku, dengan penjual yang sama dan juga resep yang sama, tak ada yang istimewa! Selain hadirnya pak Oji’.
Dua puluh menit sudah kami berada di Warung bakso, hujan sepertinya akan terus menghiasi petang yang penuh pesona. Ku telpon Ummi.
“Ummi, kaya’nya Adel magribnya di Masjid deh.. hujannya masih lebat gini!”
“Iya udah,. Kalo’ ujannya udah berhenti segera pulang ya.!”
Aku pulang pukul 6.48, hampir isya’. Di rumah aku begitu terkjeut ketika ayah menanyakan hal yang coba ku sembunyikan, ya.. ayah menanyakan tentang mas Khalid!
“Adel suka sama Khalid?” Tanya Ayah dalam.
“Ayah nanya apaan sih, gak penting!” jawabku mengelak.
“Terus, foto Khalid yang ada di binder-mu itu maksudnya apa?”
Ternyata ayah tau tentang foto itu. Foto mas Khalid yang dikirim lewat Bluetooth yang sempat ku print-out.
“M.. Adel kan Cuma kagum aja Yah!” jawabanku masih mengelak.
“Adel, kagum, suka, boleh–boleh aja! Tapi gak kayak gitu juga.. Adel tau kan kalo di dalam keluarga kita aturannya kaya’ gimana? Dalam agama juga telah diterangkan bagaimana cara kita menghadapi perasaan seperti ini, Adel sadar gak sih, kalo perasaan Adel tu perasaan yang belum halal.”

Aku tahu, dari kata–kata Ayah yang panjang lebar maksud Ayah tak ingin aku memiliki kedekatan yang masih belum boleh dengan seorang laki–laki. Aku sebenernya juga pengennya seperti itu. Entah bagaimana caranya, ini meyangkut perasaan!
Hari–hari berikutnya ku coba fokuskan diri untuk belajar, persiapan berperang melawan semua “Prajurit Soal Un” yang siap menghadang dan menerjang yang lemah kalau tidak siap. Semua apapun itu, berawal dari diri pribadi. Memang benar adanya.
Tuhan emang paling bisa aja membolak–balikkan hati dan perasaan manusia. Ku teguhkan diri untuk menutup semua pintu–pintu hati yang telah terbuka. Aku sadar sebenarnya itu adalah perasaan yang wajar untuk remaja putri yang tengah masa puber sepertiku. Tapi perasaan itu hanya akan membawa kebhagiaan semu yang masih belum jelas nampak statusnya apakah itu halal ataukah haram.

Betapa meruginya akhwat yang sudah memalingkan hatinya kepada seorang laki–laki yang belum tentu halal baginya, sedang hati untuk Sang pencipta dibagi separuhnya. Cinta yang hakiki adalah cinta tuhan terhadap hambanya, sebagai seorang hamba tentu kita akan saling berlomba – lomba merebut cinta kasih Allah SWT.

Perasaan yang tak Halal yang ku rasa kepada mas Khalid dan Pak Oji’ bukanlah suatu kekeliruan melainkan proses belajar bagaimana menjadi kekasih Allah sesungguhnya,. Aku sungguh menyesal, aku tidak berhasil melewati ujian ini. Getar Tuhan tersembunyi oleh kekdahsyatan Getar Cinta yang memang mudah terbaca. Cukup ini saja dan tak untuk kesekian kalinya. Aku ingin menjadi seperti ibunda Rabbiah Al- Adaweeya yang menyerahkan seluruh cintanya hanya teruntuk Allah semata, dan dari rahimnya pula melahirkan insan–insan yang mengajarkan indahnya Mencintai karena Allah.

Bunga Yang Merajut Asa

 
My New Life

Namaku rere, aku adalah gadis yang hanya memiliki satu kaki. memang kaki kiriku harus diamputansi karena luka yang cukup parah.

“rere ayo,kamu harus ke sekolah!.”
“iya ma.” aku berseru
Saat akan turun tangga kakakku gina memarahiku karena aku terlalu lama. Di saat dalam perjalanan ke sekolah aku menangis karena tidak ada orang yang mau menghargaiku, termasuk kakakku.

Sampai di sekolah..
“wah lihat anak kaki satu sudah datang.” Sahut bella anak paling sombong dan terkaya di kelasku.
Aku hanya bisa menatapnya. aku segera duduk dan menaruh tongkat yang membantuku untuk berjalan.
“hai rere” neta sahabatku menyapaku
“hai juga ta” jawabku singkat

Aku dan neta memang gadis yang tidak sempurna. kadang-kadang neta lupa cara untuk berjalan, karena di memiliki lupa ingatan yang berlebihan.
“selamat pagi anak-anak”
“Selamat pagi bu neli”
“bagaimana kabar kalian?”
“baik bu neli”
“sekarang kita akan memulai pelajaran matematika, bu neli akan mengetes, kalian sudah belajar atau belum.” kata bu neli sambil menulis di papan tulis putih.

Murid-murid didalam kelas hening mungkin karena mereka tidak belajar tadi malam.
“nah anak-anak ini soalnya, pak muji berbelanja buku tulis seharga RP 70.000, mendapat potongan harga sebesar Rp 7.000 berapa persen (%) potongan harga tersebut?. ada yang bisa menjawab anak-anak?.” bu neli berbicara panjang lebar
Tiba-tiba bella mengacungkan tangannya “jawabannya 20% bu.”
“kamu salah bella. ada yang bisa?”
Netapun mengangkat tangannya ”aku bu jawabannya 15 eh.. 20 eh.. 10 bu 10 iya 10” jawab Neta terbata-bata karena lupa
“betul kame Neta kamu pasti belajar tadi malam.” Teman-teman bertepuk tangan, sedangkan neta hanya nyengir
Waktu demi waktu berjalan. Krinnggg… bel tanda pulang telah berbunyi. Karena aku belum di jemput aku duduk di teras sekolah.

Brukkk.. Tiba-tiba aku mendengar suara keras dan dilanjuti dengan suara tangis yang membuatku kaget. Aku segera menuju suara keras tadi dan menerobos kerumunan. Aku kaget setelah melihat suara keras tadi adalah Neta yang sedang jatuh mungkin dia lupa untuk berjalan.
“kamu tidak apa-apakan Net” Aku segera menolongnya,
tiba-tiba Bella menendang tongkat yang membantuku untuk berjalan hingga aku terjatuh. Bella hanya tertawa dan pergi begitu saja tanpa meminta maaf ataupun menolong.

Hari pengambilan raport diadakan seminggu lagi dan aku masih sedih atas perilaku bella. Aku berharap bella sadar atas tindakan yang diperilakukannya.
Hari pengambilan raport..
“mama.. sepertinya aku tidak akan menjadi juara kelas.”
“kok kamu bilang gitu sih sayang ?.”
“karena aku yakin, aku tidak akan pernah bisa membuat mama bahagia dengan diriku yang tidak sempurna.” Jawab rere dengan menangis
Mama yang merasa iba dengan anaknya saat itu, tiba-tiba ikut bersedih juga.
“sayang, kalah atau menang itu bukan hal yang penting. Jangan kamu pikir kamu tidak akan pernah membuat mama bahagia. Dengan semangatmu itu kamu sudah bisa membuat mama bahagia” mama berkata sambil memeluk anak bungsunya itu.
“meskipun kamu tidak sempurna tapi hati kamu lebih dari sempurna. Kehidupanmu sungguh mulia. It’s your new life tempulah hidup barumu dengan perasaan bahagia. Tidak ada manusia sempurna, manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk kamu sayang”
mama melanjutkan perkataannya yang membuat rere tersadar akan kekurangan dan kelebihannya.

Dan akhirnya…
“Yey kamu hebat rere bisa masuk 5 besar” kata mama bahagia
“iya ma akhirnya aku bisa mendapat ranking 4, ini semua berkat mama” kata rere sambil mencium pipi mama
Akhirnya rere tahu bahwa kehidupan manusia tidak ada yang sempurna. (neta ranking 1 lho.. hebat ya)

 
Bila Di Dunia Kertas

Pagi hari Bila telah sibuk membereskan tempat tidurnya, lalu ia mandi dan mengenakan T-shirt berwarna ungu, memakai celana selutut yang berwarna abu-abu, dan bandana berwarna ungu di sampingnya terdapat bunga kecil berwarna putih.

“lho, ibu dan ayah kemana?” gumamnya dalam hati. Ia melihat ibu dan ayah pergi entah kemana padahal waktu ia mandi bertemu dengan ayah dan ibunya. Dan ia pun melihat surat di atas meja makan ketika ia hendak makan. Bila, ibu dan ayah pergi duluya, kerumah Kak Sharine. Karena dirumahnya nanti malam ada acara ok. Oh ya, ibu telah membuat kue muffin untuk mu di meja makan ok!!!
Itulah cuplikan dari surat dari ibu.

“Ya, ibu pergi bete lagi, tapi tak apa ka nada kue muffin yang lezat yummy…” ucapnya membayangkan kelezatan kue tersebut.
Ia pergi ke kamarnya untuk mengambil buku kesukaannya yaitu “Petualangan Di Kota Kertas” ia menggapai buku itu tetapi buku itu terjatuh dan terbukalah sebuah halaman, ketika itulah ia terjatuh di buku itu sambil menutup matanya. Ketika ia membuka mata, ia melihat semuanya menjadi kertas tak ada manusia yang bukan dari kertas kecuali dirinya.

“Mengapa menjadi seperti ini, kok semuanya menjadi kertas aku tak percaya” ujar Bila tak percaya dengan menggenggam kue muffin yang di buatkan ibu. Lalu, ia melangkah 1 demi 1 langkah, dilihatnya ada kurcaci yang terbuat dari kertas, dan sedang panen buah Laravers dan buah ini hanya dijumpai di Kota Kertas saja.
“Hai kurcaci, aku Bila dari Bumi aku ingin pulang tapi, aku tak tau jalan keluarnya” Tanya Bila lembut sambil menggigit kue muffinya.
“Siapa kamu, aku tak kenal dengan mu, dan aku tak akan memberitahukanmu karena kamu bukan orang yang aku kenal” kurcaci itu tak mau member tahu di mana letak jalan keluar dari Kota Kertas.
“Ayo lah, aku mohon ya, plis. Kalau aku tidak pulang aku akan di marahi oleh ibu” Bila memohon kepada kurcaci itu.
“Boleh, tapi dengan syarat, kamu harus memberikan kue yang ada di tangan mu itu, dan tinggal dirumah ku selama 2 tahun.” kata kurcaci itu dengan lantang.
“Tapikan, 2 tahun itu lama sekali” gelisah Bila
“kalau tak mau ya sudah..” ucap kurcaci itu dan melanjutkan pekerjaannya lagi sebagai petani
“oke, aku akan menerima permintaan mu, dan ambilah kue ini untuk mu, lalu aku akan tinggal di rumah mu selama 2 tahun.” cetusnya terbata-bata
“baguslah, dan kamu akan menjadi petani di rumahku” kurcaci yang terbuat dari kertas itu menjawab.

Selama 2 tahun Bila tinggal di rumah kurcaci itu, dan sekarang waktunya untuk pergi mencari pintu keluar dari Kota Kertas.
“oh, terima kasih kau telah membantuku, dan sekarang aku akan menunjukkan mu pintu keluar dari sini” kurcaci pun berterima kasih kepada Bila.
“ya, aku juga terima kasih untuk mu karena telah memberi taukan ku pintu keluar dari sini” Bila pun membalasnya.
“ayo, ikut aku pergi ke jalan keluar itu, tapi masih ada perjalanan lain yang harus engkau tempuh selama berada di sini” ajak kurcaci kecil itu dengan mnunjuk kea rah berlawanan.
“kemana lagi aku akan pergi ” gumam Bila dengan wajah hendak marah “katanya mau member tahu pintu keluar disini, cepat katakana dima harus aku lewati”
“di sana di hutan yang gelap itu! kau akan melewati rumah si penyihir terjahat di kota kertas, akan tetapi, ia takut pada api, jadi engkau ku beri kue, dan korek api untuk menakutinya” jelas kurcaci itu panjang lebar.
“oh yeah, dia takut api OMG ” kata Bila ringan “oh ya makasih ya, makanan dan korek api ini untuk menakutinya”
“ok, No Problem” jawab singkat si kurcaci

Bila berjalan dengan pasti menelusuri hutan yang gelap itu. Ia menemukan sebuah rumah yang sepertinya tak ada yang menempatinya. Bila masuk kedalam rumah itu ia berjalan dengan hati-hati.
“aaaaaaa, a.. ada.. penyihir.. aaaaa..” ia berteriak seperti telah terdengar di rumah kurcaci tadi.
“haa.. haaa.. ha.. ada anak kecil rupanya, sendirin saja ini.. haaa.. ha.. haaa..” pekik nenek sihir jahat yang sangat buruk rupanya
Bila tak mau ambil resiko lagi, ia segera menyalakan korek api tersebut, tetapi tak bias menyala. Bila semakin takut dan panik.
“aduhhh… bagaimana ini tak bias menyala” gumam Bila takut sehingga ia berkeringat dingin
“ayo anak manisss, mengapa harus takut” ajak nenek sihir dengan penuh senyum yang pahit
“TIDAK AKAN..” kata Bila tegas

Ia panik ketika nenek sihir tersebut mengeluarkan cahaya hijau dari tangannya. Dengan sigap Bila menghindar. Ia terus berusaha agar korek api itu bisa menyala.
“ayo.. dong nyala..” gumam Bila lagi
Daaaannnn.. menyala deh.. api itu di lemparkan ke nenek sihir itu dan, nenek sihir itu pun hangus. Bila melihat di abu pembakaran nenek sihir itu ia melihat permata yang sangat berkilau. Bila pun mengambilnya.
“apa ini, eh mungkin ini jalan keluar kota kertas ini” pikirnya
Permata itu pun bercahaya menyilaukan, dan ia pun sampai di rumahnya ketika ia membuka mata.
“waaaw AMAZING , ini hebat sekali” katanya senang
Ia melihat jam dinding ternyata masih jam 9 , dan ibu juga belum datang. Berarti ia hanya 1 jam di kota kertas itu. Waaaw… ini pengalaman yang tak terlupakan oleh Bila.

 
Arti Cerita dalam Dunia Imajinasi ku

Hujan malam ini mengingatkan ku pada suatu kisah yang begitu sulit untuk di sirna dari otakku, yang mana pada waktu itu cuaca tidak mau bekerja sama dengan ku, cahaya kilat berlarian di kegelapan langit yang meneteskan ribuan butiran air, petir pun bertengkar, rasanya jantungku mau copot, seakan kakiku tak sanggup untuk beranjak dari ranjang ku, tiba-tiba, bbwwwaaaarrrr, petir pun menyambar, dan kamarku tiba-tiba menjadi gelap, hummm… ternyata PLN juga ikut tuh ngerjain aku, sial!!! saat aku mencari-cari lampu untuk menemani kegelapan ku, terlintas di depan jendela kamarku dua buah cahaya yang sangat asing bagiku, dan tidak pernah sebelumnya aku temukan di hidupku. Aku bingun dan merasa heran, bercampur dengan rasa takut dan penasaran, apaan sih? kok aneh gitu? akh, mungkin pantulan kilat doank, ucapku dalam hati.

Dengan rasa penasaran yang di barengi dengan rasa takut dan kebelet pipis, ku beranikan diriku untuk keluar dari dalam kamarku, ku coba untuk melepaskan rasa kebelet pipis ku, haamm, lega rasanya, pipis udah selesai. Akupun kembali ke kamar, eh dua cahaya tadi kok nongol lagi yakh? fikiranku mulai berpaling, tetapi ku coba mengendalikan fikiranku, akh, mungkin itu cuma perasaan ku saja.

Menuju pulau impian ku, di sana aku bertemu dengan seorang cewek cantik, imoet, dan lucu, dia begitu anggun, parasnya yang elok, hatinya yang mulia membuat ku terkagum-kagum kepadanya. Ku coba untuk berkenalan dengannya.
”Nama kamu siapa?” tanya ku dengan lembut, dia menjawab “aku Rany, kalau kamu siapa?”,
”aku Dina,” Oh ya, kamu dari mana?
”Aku ingin mencari seseorang yang mau berteman dengan ku, yang mau menerima aku apa adanya. ”.
”Aku mau jadi sahabat mu, asalkan kamu juga bisa menerima kekurangan ku. ”
”Iya, jadi kita sekarang sahabatan donk?”

Sambil berbincang-bincang, kami duduk di bawah pohon yang rindang, ditemani kicauan burung yang merdu. Awalnya sih aku tidak begitu suka dengan cerita si Rany, karna dari awal mulai bercerita, dia selalu membicarakan masalah tentang kematian. Dia bilang:
“seandainya aku meninggal, apakah kamu akan selalu mengingatku Dina?”…
“Kok kamu ngomongnya gitu Ran? aku gak suka deh orang yang kayak gitu, ”
Sambil menangis, Rany berkata, “sebenarnya aku mengidap penyakit kanker otak Din, dan dokter sudah menvonis, umurku gag bakal lama lagi, kamu hati-hati ya? mungkin aku akan pergi tuk selamanya…”
Suara merdu ayam jantan ayahku pun mulai terdengar. Din, Dinaa… bangun sayang kata bunda ku. Lantunan azan di mesjid dekat rumah ku juga ikut membangunkan ku. Aku pun bangun dan langsung melakukan sholat subuh, setelah itu aku olahraga, karena kebetulan aku sudah libur karena sudah selesai melakukan ujian nasional.
Keesokan malamnya, sebelum tidur aku selalu ingat dengan kejadian malam kemaren, mimpi itu selalu menghantuiku, dan selalu membuatku untuk berfikir tentang sahabat ku. Ku peluk boneka pink kesayanganku, dan akupun tertidur.

Di dunia imajinasiku, aku melihat populasi semut hitam yang sedang asyik membawa secuil makanan, yang bagi mereka itu, mungkin sangat luar biasa, ku pandang mereka, begitu kompak, selalu bersama. Apabila mereka bertemu di jalan, mereka saling bersalaman. Tiba-tiba seekor kucing lucu menghampiriku seraya berkata,
”Hay cewek cantik, lucu, dan imoet, sedang apa kamu disini?”…
“loh? kok kamu bisa bicara?” ujarku kebingungan.
“kamu gak usah takut, aku cuma mau menyampaikan sebuah pesan kepadamu, jadilah kamu seperti semut-semut itu, yang selalu bersama, dan saling melengkapi satu sama lain. Dan jadikanlah kekurangan yang kamu miliki menjadi sebuah kelebihan yang gak pernah ada pada orang lain. Lalu kucing lucu itu tersenyum kepadaku”

Cahaya matahari tersenyum kepada ku saat bundaku membuka jendela kamarku, bangun nak, sudah siang, kata bundaku.
Akupun menoleh ke jendela kamarku, dan berfikir tentang mimpi ku itu. Ku ambil buku hijau yang tidak pernah menolak untuk mendengarkan ceritaku, tak pernah protes apa yang ku katakan, dan bahkan dia juga gak pernah capek untuk menemani di kala aku senang maupun sedih.
Kuceritakan kepada dia tentang mimpi ku yang sangat membuatku kebingungan itu.
Sudah dua hari ini aku selalu berfikir tentang mimpi ku ini, aku mengambil kesimpulan, kalau aku harus menjaga sahabat-sahabat ku dan memberi perhatian kepada sahabatku, karna sahabat adalah segalanya. Dan aku tidak boleh menyia-nyiakan jasa-jasa, pengorbanan, dan kesetiaan para sahabatku.

Sekarang aku sudah duduk di bangku kelas 10, kampus hijau MAN 2 Payakumbuh. Aku harus memulai hari-hariku yang baru di kelas ku yang baru dengan teman yang baru juga. Sahabat ku geby bersekolah di SMA 2. Awalnya aku tidak pernah mengaitkan mimpiku dengan Geby sahabat ku, karena dia selalu ada di sampingku saat aku senang maupun sedih, jadi aku berfikir, gag mungkin Geby akan meninggalkan ku, karna dia sudah aku anggap sahabat sekalian saudaraku sendiri.
Hari demi hari ku lalui di sekolah baruku, aku sudah mulai jarang bertemu dengan Geby sahabat terbaikku di MTsN, aku sibuk dengan keseharian ku, dan begitu juga dengan dia yang sibuk dengan hari-hari yang di jalaninya di sekolah barunya. Aku dan dia bisa berkomunikasi hanya lewat sms dan facebook saja.

Dulunya kami temenan baik berempat, aku, Geby, Kiki dan Rahmat. Kami sering bermain bersama, buat tugas bareng, pokoknya semuanya barengan. Karena kami sudah terpisah sekolah, aku dan Rahmat satu sekolah, Geby dan Kiki satu sekolah, jadi kami jarang bertemu lagi. Hingga suatu hari, saat Geby pulang sekolah lewat depan sekolahku, aku pun memanggil dia, melepaskan rasa kangen ku, aku sangat senang, awalnya aku berfikir dia masih baik seperti dulu, saat ku hampiri dia, gayanya yang sudah gak kelihatan seperti kayak dulu lagi, membuat otak ku sedikit berpikiran negative, ku coba menasihati otakku dengan hatiku, dan mencoba melawan nafsuku, aku gak boleh berfikiran negative kepada sahabatku sendiri.

Sesampainya di rumah, akupun mulai berfikir, mungkinkah mimpiku itu ada hubungannya dengan Geby ya? setan pun ikut menghasutku untuk melupakan Geby. Sempat aku berfikir “mungkin Geby sudah dapat sahabat yang baru, yang lebih baik dariku, dan dia melupakan janji nya yang pernah dia ucapkan dulu kepadaku ya?” Aku tersentak dari fikiran kotorku, dan mencoba lagi untuk berfikiran positif kepadanya. “Akhhh, mungkin itu hanya perasaanku saja. Mungkin dia lgi sibuk dengan urusan sekolahnya.” Ucapku dalam hati.

Hari demi hari, seminggu berlalu, sebulanpun lewat, saatnya ujian semester satu, aku sudah mulai sibuk dengan urusan sekolah ku, dan melupakan masalah tentang mimpiku dan sahabatku. Saat liburan telah tiba, biasanya Geby mengajakku liburan ke kampungnya, atau gak ke batam, tapi kok kali ini gak yah? kembali lagi aku mulai berfikir tentang mimpiku, sudah 3 bulan aku tidak mendapat kabar dari Geby sahabatku, ku coba kirim sms ke dia, tapi gak pernah dibalas, ku coba untuk berfikiran positif, “hemmm mungkin dia lagi gak ada pulsa kali ya?”.

Ku buka facebook ku, ku tulis di dinding nya, “sob, liburan kali ini kemana?”
3 hari ku tunggu, gak pernah dibalas.
Ku coba untuk pasrah, dan bersabar, ku coba tuk mengingat-ingat kesalahan apa yang sudah pernah ku lakukan, hingga sahabat terbaikku gak pernah lagi menghubungiku. Aku teringat kembali tentang mimpiku, sempat aku berfikir kalau dia memang sudah pergi jauh seperti yang ada dalam mimpiku. Tiba-tiba hp ku berdering, dan aku baca sebuah sms dari nomor yang gak aku kenal, katanya:
“sob, maav ya?, sms kamu baru aku balas, coz kemaren ne hp ku rusak, jadi semua sms dari kamu baru aku baca, kamu gak marahkan, ku harap kamu mengerti, by sahabatmu Geby”

Hemmmm, hatiku mulai lega dan dengan tersenyum aku membalas sms nya,
“iya gak apa-apa kok sahabatku, aku ngerti kok, memang aku sempat kesal dengan mu karna gak pernah lagi menghubungiku, dan aku fikir kamu sudah melupakan aku?” Aku pun mulai menyalahkan diriku, dan meminta maaf kepada geby sahabatku, kalau aku telah berburuk sangka kepadanya. Semenjak kejadian itu, akupun mulai mengerti dengan sahabatku Geby, saat aku kirim sms ke dia, aku gak pernah lagi berfikiran negative jika dia tidak membalas sms ku.
Hari-hari sudah terbiasa ku lalui tanpa hadirnya Geby, terkadang saat aku kesepian, aku selalu ingat dia, Geby yang dulunya selalu ada saat aku lagi senang, maupun sedih. Sekarang dia sudah gak pernah lagi datang di kehidupanku. Aku sangat sedih.

Ku coba untuk menghibur diriku, aku pun mulai berifikir, kini Geby sudah meninggalkanku, sekarang aku sudah gak pernah lagi bertemu dengannya, aku harus bisa bahagia dengan teman-teman baruku di sekolah baruku. Sudah setahun ini aku tidak pernah lagi bertemu dengan Geby, saat aku ada masalah dengan Rahmat, teman dekatku dengan Geby sewaktu MTsN, aku gak tau kepada siapa lagi aku harus menceritakan semua ini. Tidak pernah aku menyangka, persahabatanku dengan Geby akan hancur dan kandas di perjalanan. Geby yang dulu selalu ada dalam suka, duka, tangis, tawaku, kini telah menghilang begitu saja dengan sahabatnya yang baru.

Di sekolah baruku, aku mempunyai banyak sahabat, walaupun mereka tak sebaik Geby, tetapi aku sangat senang dengan kehadiran mereka. Mereka bisa menerimaku apa adanya. Kami selalu bersama dalam suka dan duka. Momo, Siti, Salsa, Yati, Ika, dan aku Dina. Kepada merekalah aku menceritakan semua tentang Geby, Rahmat dan Kiki sahabatku, mereka selalu setia mendengarkanku bercerita, dan sesekali melontarkan komentarnya kepadaku. Hingga suatu hari, saat bel istirahat berbunyi, semua teman-temanku keluar untuk jajan. Aku duduk termenung di pojok kelasku dengan wajah cemberut. Tiba-tiba Salsa, Yati, Momo, Siti, Ika menghampiriku
“kamu kenapa din? Kok cemberut gitu? kamu gag jajan? ada apa? cerita donk ke kami!”
aku menceritakan semua itu kepada mereka, dan merekapun berkata, “tenang din, disini masih ada kami yang akan setia menemanimu. Gak usah terlalu difikirkan, itu cuman masalah biasa dalam persahabatan, toh lain waktu mereka itu bakal menyesal karena udah lupain kamu”
“terimakasih sahabat-sahabatku, kalian memang sahabat terbaikku.” Saat asyik-asyiknya bercerita, Tinuninuttt. .
Bel masuk pun berbunyi, semua siswa masuk ke kelasnya masing-masing.
Jam pelajaran akan di mulai.

Saat pulang sekolah, kami kembali bercerita tentang masalah ku dan sahabat lama ku. Momo, Siti, Yati, Salsa, Ika, Aulia, mengelilingiku, sambil mewawancaraiku, bagaimana masalah ini bisa terjadi, mereka menananyakan secara detail kepadaku tentang masalahku ini. Setelah ku uraikan secara rinci, lagi-lagi mereka berkata, “kamu jangan sedih lagi ya din, kan disini masih ada kami yang akan setia menemani mu, kalau misalnya Geby udah gag ada lagi menghubungi mu, kamu bersabar saja dulu, mungkin dia sedang sibuk banget dengan tugas-tugas sekolahnya, atau hp nya diganti, jadi nomor hp kamu terhapus di kartunya dia. Berpositif tingking saja”
Sambil meneteskan air mata bahagia, kupeluk mereka, dan kuucapkan “terimakasih sahabat-sahabatku, kalian sahabat terbaikku”.

Akupun pulang kerumah bersama-sama sahabatku.
Kini aku teringat dengan pesan Rany dan pesan si kucing lucu di dalam mimpi ku yang berarti itu. Mungkin mimpiku di malam yang pertama memberikan suatu symbol, bahwa Geby akan meninggalkanku, dan dan pesan kucing lucu itu, dengan perginya Geby, mungkin saja aku banyak kekurangan hingga Geby memilih untuk meninggalkan aku untuk teman-temannya yang baru. Jadi aku harus berbahagia, saling melngkapi seprti semut dan saling bersatu dengan sahabat-sahabat baruku.

 
Senang Menggapai Cita-Cita Bersama Sahabat

Pagi hari begitu cerahnya. Bella Kielastie Ramadhan yang akan berangkat ke sekolah barunya, ditemani oleh sang ayah untuk berangkat ke sekolah barunya itu, di jalan ia bertemu dengan sahabat sejatinya sejak dari TK (Taman Kanak-kanak), ia tak ingin sahabatnya itu berdiri sendiri menunggu kendaraan yang akan membawanya ke sekolah, akhirnya Bella-pun mengajak sahabatnya (Zara) untuk ikut Bella ke sekolah bersama, “Zara, ikut denganku yuk!” Bella meminta, “emmhh. Boleh, sebelumnya makasih ya!” Zara menjawab, “iya gak masalah, ayo cepet naik, nanti kesiangan” pinta Bella kembali. Dengan menaikki kendaraan ayahnya Bella, merekapun pergi ke sekolah.

Sesampainya di sekolah Bella dan Zara berpisah, karena kelas mereka berbeda. Bella ikut bersama Gytra dan Bunga (teman Bella sejak SD), kebetulan kelas mereka sama. Gytra dan Bunga sebangku, sedangkan Bella bingung mau duduk bersama siapa, tak lama dari Bella memasuki ruangan kelas, ada seorang perempuan yang menghampirinya, “hei, bolehkan aku duduk bersamamu, aku gak ada temen nih?” Tanya perempuan tadi, “boleh, kita mau duduk dimana?” jawab dan Tanya Bella, “emmhh. kita duduk di situ aja yukk” pinta perempuan tadi, “boleh” Bella kata. Akhirnya Bella tidak kebingungan lagi.

“nama kamu siapa?” Tanya Bella, “namaku Dita, kalau kamu siapa?” jawab perempuan tadi,
ohh ternyata nama perempuan tadi , Dita. “aku Bella, senang berkenalan denganmu!” , jawab Bella,
“ohh. Bella senang juga berkenalan denganmu.” Dita berkata.

Keesokan harinya, mereka sudah berada di sekolah sejak pukul 06.30 pagi, mereka begitu bersemangat hari ini, padahal jam pembelajaran pertama masih lama sekitar pukul 07. 15 pagi. Bell masuk berbunyi, waktunya pembelajaran pertama dimulai, tapi bukan pembelajaran pertama yang di mulai hari ini, malah guru kelas yang masuk ke kelas mereka. Guru kelas memberikan beberapa tata cara yang harus dilakukan untuk belajar di sekolah tersebut.

1 BULAN KEMUDIAN…
Tengah bulan penuh keikhlasan dan kesabaran yaitu Bulan Ramadhan, hari ini Dita ulang tahun, dan 4 hari dari ulang tahun Dita adalah hari ulang tahun Bella, tapi Dita bukan mendapat kebahagiaan malah mendapat kesialan, Bella meminta, “Dit, aku pindah duduk ya sama orang itu?” , Dita tak kuasa mendengar permintaan dari Bella, “iya, boleh” jawab Dita, walau hati yang paling dalamnya sangat sakit, Dita memang pempunyai hati yang mulia. Menyambung pembicaraan yang diatas, mereka berjanji akan bertukar kado setelah liburan bulan ini

1 MINGGU KEMUDIAN SETELAH LIBURAN BULAN RAMADHAN.
Pagi-pagi Dita datang ke sekolah karena ingin menerima kado dari Bella, sedangkan Bella datang siang, ia bangun terlambat hari ini. Dita lupa dengan omongan Bella minggu lalu sebelum liburan bulan Ramadhan, “kok Bella duduk di sana sihh?” Dita kebingungan melihat Bella duduk dibangku yang lain, “Bella kenapa kamu duduk di situ?” Tanya Dita kebingungan, “kita kan udah sepakat dengan perjanjian kemarin” jawab Bella, Dita merasa kesepian, sedangkan Bella terlihat sangat bahagia dengan teman barunya itu, Bella sangat bahagia, dia bercanda, dan tidak sesekali tertawa riang. Dita hanya bisa melihat dan merasakan kesedihan, kecemburuan, dan kesepian.

KEESOKAN HARINYA…
Bella terlihat bersemangat, karena ia sudah tidak sabar menemui teman barunya itu, sekarang Bella bersama teman barunya yang bernama iffany, Wulan, Rara, dan Annisa bercanda, tertawa, dan bahagia selalu. Hari-harinya selalu di penuhi dengan kebahagiaan, dan sesekali kesedihan. Bella sekarang sudah lupa dengan sahabat sejati yang lainnya.

2 TAHUN KEMUDIAN..
Dita dimintai oleh Bella untuk kembali duduk bersamanya, Dita tidak menolak dengan pintaan Bella, walau Bella sering menyakiti perasaannya. Berbeda dengan masa lalu yang Dita anggap tahun yang tersedih dalam hidupnya, sekarang rupanya Bella bisa membahagiakan Dita dengan baik.

LULUS DARI SMP MEREKA MELANJUTKAN KE SMU YANG SAMA DAN DENGAN KEBETULAN MEREKA SE KELAS KEMBALI…
Dengan tiba-tiba Bella menanyakan pada Dita, “hey Dit, nanti besar kamu mau jadi apa?” , jawab Dita, “aku mau jadi pahlawan Negara supaya bisa membanggakan nama INDONESIA” , “cita-citamu hebat ya” Bella kata, “iya dong, kalau kamu mau jadi apa?” Tanya Dita, “kalau aku mau jadi pengacara yang hebat” , jawab Bella, “kamu juga hebat cita-citanya. Cita-cita kamu mau nerusin sekolah dimana?” Tanya Dita kembali, “aku pengen kuliah di los angeles, Amerika, kalau kamu?” jawab dan Tanya Bella kembali “aku pengen kuliah di Bandung aja yang deket”.

SETELAH LULUS DARI SMA MEREKA BERPISAH, KARENA MEREKA MEMPUNYAI CITA-CITA YANG BERBEDA.
“hey Bella kamu dapet nilai tertinggi tahun ini!”
“yang bener kamu Dit!”
“iya bener kalau gak percaya liat aja tuh di papan pengumuman!”
“aku liat yah”
Bella mencari namanya di papan pengumuman, dan ternyata yang diomongkan Dita itu memang benar Bella langsung teriak bangga.
“Aaaaaaaa… Dit aku dapet nilai tertinggi, aku seneng dehhh, tapi nanti dulu, kamu juga dapet nilai kedua tertinggi”
“yang bener kamu?”
“kamu tadi gak ngeliat di papan pengumuman?”
“engga, aku engga liat”
“tapi, Dit aku pulang sekolah ini mau pergi ke Amerika, aku mau gapai cita-cita aku”
“Aku juga pulang sekolah mau pergi ke Bandung, jadi kita sekarang bebas bebasin dulu berdua, kapan lagi coba kita bertemu kembali”
“jangan gitu dong Dit aku kan jadi sedih, kita harus percaya suatu saat nanti kita pasti bertemu kembali”
“iya Bell, semoga”
Mereka sangat sedih saat mendengar pembicaraan mereka yang akan berpisah untuk beberapa tahun, dan mereka tidak ingin menyia-nyiakan waktunya, mereka memanfaatkan waktunya yang terbatas itu.

11 tahun kemudian.
Bella yang hidup senang di Los Angeles bersama keluarga barunya, dan begitu juga dengan Dita yang bahagia di Bandung bersama keluarga barunya. Bella memutuskan besok lusa untuk pergi ke Indonesia untuk bertemu dengan sabatnya. Keluarga baru Bella sedang membereskan barang-barang yang akan dibawa untuk pergi ke Indonesia. Sesampai di Indonesia mereka segera pergi ke Sukabumi, kota dimana Bella dilahirkan. Dan ternyata anak dan suami Bella baru pertama kali pergi ke Sukabumi. Sesampai di Sukabumi, Bella langsung menelfon Dita untuk bertemu dengannya.
“hallo, Dit aku ada di Sukabumi loh”
“yang bener kamu Bell”
“iya, kita ketemu yukk”
“ayo dimana”
“nanti aku smsin lokasinya”
“oke.”

Sesampai di lokasi yang direncanakan oleh mereka, mereka pun bertemu, mereka langsung saling memeluk karena sudah 11 tahun tidah bertemu, mereka membawa anaknya masing-masing, mereka berbincang-bincang dengan serius, dan seru.
“hey Dit, kamu sekarang bekerja jadi apa?”
“Aku sudah berhasil mencapai ciita-citaku, yaitu menjadi polwan, kalau kamu jadi apa sekarang?”
“kalau aku sekarang menjadi pengacara terkenal, aku juga sudah mencapai cita-citaku”
“ternyata kamu benar Bell, dengan kita belajar bersungguh-sungguh kita dapat melakukan apa yang kita inginkan. Awalnya aku udah menyerah dengan cita-citaku ini, tapi berkat omongan kamu masa lalu aku jadi semangat lagi mencapai cita-citaku”
“iya Dit, aku juga asalnya sudah menyerah dengan cita-citaku ini tapi aku sudah berjanji padamu dulu, bahwa aku pasti akan mencapai cita-citaku. Aku gak yangka banget akhirnya kita dapat mencapai cita-cita kita, makasih ya”
Perbincangan ini makin hebat dan terharu, mereka sekarang bahagia bersama, begitu pula dengan keluarga mereka.
Saat Bella kembali ke Los Angeles, Bella tidak khawatir lagi dengan sahabatnya karena sekarang sahabatnya ikut bersama Bella pergi ke Los Angeles untuk kehidupan yang baru.
Bella sekarang sangat bahagia dengan keluarganya karena sekarang ayah, dan ibu Bella ikut bersama Bella untul tinggal di Los Angeles, dan juga kebahagiaan, sekarang dapat dirasakan oleh Dita dengan keluarganya karena sekarang mereka memulai hidup yang baru di negeri orang yaitu di LOS ANGELES, tapi, mereka juga tidak akan pernah melupakan Negeri sendiri yaitu INDONESIA, karena sekarang mereka telah membanggakan INDONESIA di negeri yang terkenal dengan kata HOOLYWOOD ini. Sekarang mereka, selain bekerja sebagai Polwan/Pengacara, mereka juga mempunyai toko yang menjual “karya anak INDONESIA”, seperti menjual batik, wayang golek, dsb.

 
Rembulan Berubah Warna

Sekian lama aku menapaki kehidupan saatnyalah aku melepas semua idealismeku. Baru memang, tapi aku akan terus berusaha untuk mengikuti kepastian umum.

Hari itu di kamar kontrakkanku aku termenung. Televisi menyala begitu saja tanpa kuhiraukan. Air soda yang baru saja aku beli mungkin sudah tak sesegar pertama dibuka. Makanan kacang polong dan kripik pisang sudah tak sabar menunggu si tuan untuk melahabnya. Aku terperanjat dalam lamunanku. Aku mengibas-ibas kenangan cintaku dengan beberapa wanita. Aku terkadang melongo sendiri tanpa menghiraukan apapun disekitarku. Aku sendiri dalam kontrakkan itu.

“Aku benci dengan dia, dia yang terlalu materialistik, dia yang terlalu mengikuti kemauan orang tuannya, cintaku tak kuat menerjang prahara hatinya,” batinku bergemih.
Aku sedikit demi sedikit mulai membenci cinta. Dia yang sebenarnya sangat aku harapkan dan cintai untuk menjadi kekasih hatiku, mendampingi hidupku tidak bisa menyelesaikan cinta bersamaku. Aku terlawan oleh egoku, dia terlawan dengan egonya. Say good bye.

Semenjak saat itu juga aku berusaha untuk mengalihkan segala macam rasa cinta yang telah tertusuk oleh keinginanya yang tak tersolusikan. Aku terhanyut dalam kelombang cinta yang menghempaskan terpental jauh di sebuah pulau nan sepi dan tak berirama. Aku sepi.
Ternyata kesepian itu akan terjawab????
Tanda tanya empat diatas, akan terjawab. Ya akan terjawab.
Hatiku kini sepi, tapi aku bahagia. Aku bahagia bisa melakukan apa saja. Aku bahagia dalam sepi, sendiri bersama malam-malam tunggal yang menemaniku.
Kisah lama itu akan menjadi jawaban isi hatiku.

Aku menikah, bukan dengan dia. Tapi dengan gadis satu kantor yang aku sukai sekedarnya saja. Aku sama sekali tidak mengejar-ngejarnya aku hanya berusaha mengikuti tradisi orang untuk menikah, dan dia, orang yang aku cinta akan tetap pergi untuk selamanya. Tolong bantu aku menghapus kenangan itu.

Bisa,!!! Tapi tak semuanya bisa ter-delete dengan baik. Tanpa aku memandang ke depan, pasti aku teringat. Dan kupertaruhkan diriku untuk melupakannya. Kecewa, siapa yang tidak kecewa dengan kekasih yang selama ini dicintai ternyata hanya separuh penurut kepada calon kepala keluarganya. Bukan dia tapi dibalik dia yang menghasut.

Pesta itu berlangsung meriah, sumringah dan penuh canda tawa. Bisik-bisik tetangga dan banyak dugaan-dugaan tentang kisah rumah tangga anak yang baru menyelesaikan masa lajangnya. Pasti berbeda dan bahkan temanku berbisik, “ selamat menempuh hidup baru, episode baru hidup yang sebenarnya akan dimulai dari sini.”
Aku tak tahu apa maksudnya. Aku hanya berpikiran bahwa menikah itu enak bersatu, menjalani adat istiadat dan mengikuti ajaran sunnah Rasul. Pastilah mereka-mereka mendoakan kebaikan. Namun kepastiannya banyak juga rumah tangga yang tak sinkron.

Aku mulai babak baru episode kehidupanku tanpa dia, orang yang aku cintai.
Biarkan aku merasakan madunya dulu baru kau taruh racun dan semoga aku tak berniat untuk meminumnya. Pengantin baru, bisa menjadi dua sisi yang sama sekali berbeda. Kutahu rumah tangga jika terus berjalan akan semakin lama semakin membosankan.
Tak seperti masa lajangku. Kalau aku suruh menjawab, pilih mana masa lajang atau pra pernikahan? Aku pilih yang pertama. Aku pilih karena beban itu semauku, ukuran besar atau kecil beban aku yang mengatur. Tapi berdua, apalagi dengan orang yang tak kita cintai benar, bikin pusing kepala, bikin badan panas dingin. Biar rerumputan dan bebatuan yang mengamini setiap doa-doa pernikahan.
Hatiku kecut ketika bertemu dengan sikap-sikap pasanganku tak sepadan dengan diriku. Senilai dengan isi kepalaku. Aku memilih memperbaiki rumah tangga, dia memilih mengacaukan rumah tangga. Sempat aku berpikir untuk mencari penggantinya. Terlanjur basah ya sudah basah kuyup sekalian.

Kebebsanku terenggu oleh cemburunya seiring dengan pundi-pundi uangku yang terus diliriknya. Aku selalu terpantau kamera seorang istri yang tak memperdulikan orang lain, yang penting dirinya senang itu yang dia mau, jika dia tidak senang dan tidak puas aku yang jadi bulan-bulanan. “Oh, apakah itu yang disebut terima kasih cinta yang sering dinyayikan penyanyi terkenal itu.” Pikirku lirih dan iba.
Aku mencari makna cinta, tapi tak ketemu. Aku mencari diriku sendiri belum juga kudapat. Aku ingin tanpa dia. Kembali melajang seperti dahulu. Aku ingin seperti burung terbang bebas dan pulang dengan perut kenyang. Itu keinginanku setelah perhelatan, hiburan adat dan bunga-bunga serta roti buaya menjadi saksi bisu kedekatanku dengan sosok yang sama sekali bukan banget.
Pernikahan itu absurb. Lebih parah lagi jika kita bersungguh-sunggu untuk berbuat baik tapi apa yang kita dapatkan terhadap pasangan kita tak sesempurna yang ada dibenak kita, sakit hatikah kita. Keikhlasan rupanya mulai teruji.

Aku terus mencari nilai-nilai diriku. Kuukir dinding-dinding derita itu dengan tinta kesabaran dan kutemukan makna diri. Aku hamba Tuhan.
Kudoakan orang-orang yang aku cintai. Hingga suatu ketika…
Anak aku ingin memiliki anak. Barangkali Tuhan sudah mengatur semuanya untuk aku arungi. Aku memohon dan terus berusaha untuk mendapatkan hasil dari pernikahanku. La iya, wong aku menikah pakai modal, aku ingin mendapatkan hasil dari pernikahan itu, yakni anak. Penerus diriku kelak.
Aku ingin anak laki-laki, Allah Kabul, Alhamdulillah. Selebihnya aku menghadapi manusia yang tak mengerti aku. Pasanganku sendiri. “terima kasih cinta.”

“Apaan nikah itu enaknya pada saat begituan doing doa, selebihnya kaum hawa menuntut ini-itu dan sebagainya.”
“Kaum hawapun bilang, lho lelaki mau enaknya doing gak mau kasih ini-itu kepada istrinya yang telah rela mereka tiduri setiap malam-malam pabila mereka inginkan.”
Tragedi pernikahan layaknya saling tuding menuding. Aku tak biasa.
Lambat laun aku melihat kehidupan itu bak sebuah permainan.
Banyak pesan-pesan singkat yang aku terima tatkala masih pengantin baru;
“Kamu lebih tua pasti banyak negalahnya.” Kata Bella yang sudah punya nak dua.
“Kalau tidak sabar rumah tangga bubar lho.” Kata Pa Pur, pedagang kaki lima, tempat aku minum kopi.
“Perbedaan itu wajar Syahrul.” Kata Irwan yang rumah tangganya sedang gonjang ganjing.
“Kalau baru dua tahun menikah, wah rumah tangga sedang ramai-ramainya tuh oleh saling silang pendapat.” Dari artikel internet yang aku dapatkan.
“Apalagi kalau sudah punya anak pasti repot.” Kata ibu-ibu tetangga.
Wah banyak lagi ungkapan-ungkapan yang dilontarkan.
Aku hanya terdiam, sambil merasakan tragedi demi tragedi.
Bahkan aku sendiri beranggapan bahwa menikah itu pengekangan, bukan gue banget…

Hari terus berlalu, sang surya timbul tenggelam. Siang terus menerus berganti malam, aku terdiam dalam lamunan sejenak.
Sikap apa yang harus aku ambil. Aku banyak tertipu oleh sosok wanita, bahkan aku beranggapan apakah wanita itu tukang tipu. Apakah wanita itu lebih cerdik dari pada maling. Wah-wah sampai segitunya. Maaf yah…
Dan bahkan Nabi Adam sendiri telah tergoda oleh keinginan Siti Hawa untuk memakan buah khuldi… sejarah membuktikan betapa tertipunya wanita oleh syetan dan laki-laki oleh wanita. Dan Aku terus berpikir. Satu hari, dua hari, tiga hari dan terus kucari…
Ku temukan bahwa tak perlu terlalu serius dalam berumah tangga, easy going bahkan semua sudah ada yang mengatur… Wanita memang untuk berdampingan dengan laki-laki. Sunahtullah it’s true…


    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    February 2013

    Categories

    All